Lihat ke Halaman Asli

Adi Triyanto

Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Takdir sebagai Kambing Hitam Sebuah Kegagalan

Diperbarui: 5 Oktober 2020   05:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pembahasan tentang takdir dari jaman agama lahir hingga kini tak pernah ada akhirnya. Yang mendasarkan pendiriannya pada kekuasan mutlak Tuhan tidak pernah kehabisan alasan untuk membuktikan bahwa takdir manusia sudah ditentukan Tuhan. 

Sementara yang mendasarkan diri manusisa diberi wemenang penuh menentukan masa depannya berdasar potensi akalnya juga tidak pernah kehabisan alasan bahwa mereka yang benar. 

Perdebatan ini sebenarnya tidak bermasalah. Alias baik baik saja. Karena merupakan proses pendewasaan kualitas pemahaman tafsir ayat ayat Tuhan dalam beragama. 

Yang menjadi masalah ketika kemudian pengertian takdir yang salah dijadikan kambing hitam sebuah kegagalan . Menjadi sasaran tembak bila keinginan tidak tercapai. Karena banyak kejadian , kegagalan bukan disebabkan oleh Tuhan telah menakdirkan gagal, tetapi karena kurang besarnya usaha.

Dalam sebuah ayatnya. Tuhan, berfirman, "Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu merubah nasibnya sendiri ". Dari ayat ini, memberikan suatu ketentuan atau formula bahwa nasib bisa diperjuangkan. Ingin seperti apa nasib yang akan diharapkan seperti itu pula usaha yang harus menyertainya. 

Dari ayat ini juga tersirat sebuah arti bahwa, ada formula, untuk mendapatkan suatu hasil maka, angka yang dimasukkan dalam formula harus sesuai. Dan kemampuan untuk memasukkan angka paling maksimal itulah, letaknya atau porsinya yang harus dipenuhi oleh usaha. 

Seberapa besar angka yang dimasukkan dalam formula sebesar itu pula hasil yang akan dihasilkan. Itu merupakan hukum Tuhan. Hukum yang bersifat universal. Yang berlaku untuk seluruh makhluk-Nya di bumi.

Pertanyaanya , dimana letak batas usaha yang harus dilakukan. Karena ada yang merasa sudah berusaha semaksimal mungkin. Semua potensi sudah dicurahkan. Energi dan waktu diberikan. 

Namun kesuksesan belum juga menyambangi . Sementara menurut mereka, ada yang usahanya sedikit atau biasa biasa saja tetapi mendapat kesuksesan. Yang akhirnya memunculkan perasaan untuk menyerah. Bahkan terjebak ke arah fatalisme . Kemudian menghibur diri, takdirku memang begini. Itulah yang banyak terjadi. 

Banyak yang sudah menyerah sebelum sampai ke ujungnya. Menyerah sebelum memberikan usaha yang terbaik. Ada yang yang sudah mencoba sembilan kali, kemudian menyerah, padahal bila mencoba sampai kesepuluh Tuhan memberikan keberhasilan disitu.

Mengenai batas usaha yang harus dilakukan untuk menggapai kesuksesan, apa yang dinyatakan Albert Einstein bisa memberi jawabnya. Di jaman yang yang serba ilmiah ini , apa yang dikatakan Einstein bisa memberi kepuasan terhadap rasio yang mencoba mencari jawaban yang bisa diterima logika. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline