Lihat ke Halaman Asli

Adi Ngongo

Guru/Penulis/Penerjemah

Guru Otonom dan Profesional

Diperbarui: 21 November 2023   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suparno, Cs. (2002) dalam buku kecil berjudul Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi telah menjelaskan tentang pentingnya kehadiran seorang guru yang otonom dan professional demi melahirkan sekolah yang berkualitas. Tanpa guru yang otonom dan professional, sekolah yang berkualitas adalah impian kosong  di siang bolong (Daydreaming).

Guru yang otonom adalah guru yang menunjukkan kreativitas tinggi dalam mengelola pembelajaran, inovatif dalam bidangnya dan bidang lain, serta tidak mudah puas dengan terselesaikannya materi yang diajarkan. Guru otonom adalah juga seorang pemikir dan disainer materi pembelajaran yang kritis dan analitis serta tak sungkan menyebarkan berbagai ide kreatifnya. Guru otonom berani memilih dan mengambil keputusan terbaik demi dan untuk kepentingan anak didiknya. Guru otonom memiliki wawasan yang luas, kreatif dan kritis.

Guru yang otonom biasanya menunjukkan sikap professional dengan ciri-ciri berikut (Suparno, Cs., 2002). Pertama, menguasai materi. Penguasaan materi pembelajaran adalah conditio sine qua non (mutlak ada) bagi seorang guru. Harus sifatnya. Tidak ada tawar menawar. Untuk itu, seorang guru mesti menjadi pencari dan penelusur mandiri berbagai sumber pustaka dan sumber lain. Keengganan dan kemalasan yang diungkapkan lewat berbagai alasan seperti mata rabun, tidak ada waktu, malas membaca tidak boleh dijadikan dasar pembenaran keengganan seorang guru. Perkembangan dunia terkini yang  serba digital sebenarnya makin mempermudah guru untuk terus mengakses berbagai pengetahuan dan keterampilan tanpa batasan waktu dan ruang.

Kedua, pemahaman perkembangan anak. Pemahaman yang tepat tentang perkembangan anak membantu guru menerapkan berbagai metode pembelajaran yang aktif dan konstruktivis dengan arif. Pemahaman guru tentang berbagai dimensi anak ditinjau aspek kognitif, humanistic dan sprititual serta bagaimana mengembangkannya secara optimal mutlak dimiliki. Pemahaman berbagai dimensi anak didik secara utuh mendorong guru mencari dan menerapkan metode pembelajaran yang mampu mengembangkan tidak saja aspek intelektual anak tapi semua aspek lain yang dapat membantu anak didik berkembang utuh sebagai manusia yang bernilai.

Ketiga, pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran adalah salah satu aspek penting yang menentukan mutu proses pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran mesti membantu anak didik mendapatkan manfaat terbaik dalam tumbuh kembang semua dimensi hidupnya. Karena itu, guru perlu dan patut membangun sikap kritis, kemandirian dan kreatif serta inovatif. Agar pembelajaran dapat dilangsungkan dengan menarik, guru perlu menjadi makhluk pembelajar. Sebagai makhluk pembelajar, guru tak pernah berhenti meluangkan waktu khusus untuk menikmati bacaan dan tontonan berkualitas. Dengan itu, wawasan guru semakin luas dan kaya yang nantinya membuat proses pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan bagi anak didiknya.

Empat Masalah

Untuk melahirkan guru yang otonom dan professional membutuhkan jalan panjang dengan banyak tikungan masalah. Setidaknya ada empat persoalan yang dapat menghambat guru dalam upayanya menjadi otonom dan professional.

Pertama, kurang atau tidak meratanya kesempatan pelatihan guru. Meski pelatihan guru semakin massif akhir-akhir ini namun kesempatan tersebut ternyata belum mampu menyentuh semua guru. Kadang terjadi ada guru yang nyaris tak punya waktu di sekolah karena begitu sibuknya mengikuti pelatihan. Sementara itu, di titik esktrem yang lain masih ada juga guru yang selama mengabdi (belasan hingga puluhan tahun misalnya) belum pernah sekalipun mendapatkan kesempatan pelatihan. Padahal pelatihan menjadi wadah bagi guru untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilannya.

Kedua, mandegnya pengembangan karir guru. Tantangan pengembangan guru otonom dan professional juga dapat berasal dari kesempatan pengembangan karir guru yang mandeg. Sebagai tenaga fungsional sulit bagi guru untuk menapaki karir sebagaimana profesi lainnya. Guru akan terus menjadi guru sekalipun anak didiknya telah menjadi Menteri atau presiden sekalipun. Jika kondisi ini tidak diterima guru maka guru akan sulit menjadi profesional. Kondisi ini akan dperparah Ketika guru mulai membuat perbandingan dengan mantan siswanya yang ternyata menapaki karir jauh lebih tinggi dengan tingkat kesejahteraan yang sudah tentu lebih baik. Guru selayaknya menikmati panggilannya sebagai guru yang bertugas mendidik dan mengajar anak-anak agar siap menyongsong masa depan yang cerah.

Ketiga, lemahnya perlindungan guru. Isu perlindungan guru makin semarak diperbincangkan akhir-akhir ini karena ternyata makin banyak guru yang hati dan tindakannya bertujuan untuk mendisiplinkan dan membentuk karakter anak didik tapi disalahpahami sebagai bentuk kekerasan dan dihadapkan pada aparat hukum. Keadaan ini membuat guru menjadi kuatir  dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Akibatnya profesionalismenya menjadi terancam dan pelayanannya terhadap anak didik menjadi tidak maksimal. Guru mengajar seperlunya saja tanpa memperhatikan apakah materi yang disampaikan telah benar-benar dipahami.

Keempat, kurangnya implementasi etika profesi. Sejatinya guru harus memegang teguh etika profesi seorang guru. Kode Etik Guru Indonesia telah dikeluarkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Kode etik ini adalah pedoman bagi guru dalam mengimplementasikan proses pembelajaran. Namun, dalam realitas masih terdapat guru yang abai dengan etika profesinya sehingga menghambatnya menjadi guru professional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline