Lihat ke Halaman Asli

adamfirman

Mahasiswa / UIN RADEN MAS SAID

Tugas Review Buku Hukum Acara Peradilan Agama

Diperbarui: 11 Oktober 2025   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  • Judul : Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam dalam Risalah Qadha Umar bin Khattab
  • Penulis : Dr. Hj. Aah Tsamrotul Fuadah, M.Ag.
  • Penerbit : Rajawali Pers, Depok
  • Cetakan : Cetakan ke-1 (Maret 2019), Cetakan ke-2 (September 2019)
  • Tebal : xii + 298 halaman
  • ISBN : 978-602-425-865-8

PENDAHULUAN

Kajian tentang hukum acara peradilan agama merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam perkembangan studi hukum di Indonesia. Hukum acara berfungsi sebagai perangkat formil yang menjamin terlaksananya hukum materiil secara efektif di pengadilan. Tanpa adanya hukum acara, maka hukum materiil yang sudah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam hukum Islam tidak akan dapat ditegakkan secara nyata. Dalam konteks peradilan agama, urgensi hukum acara menjadi semakin besar karena bidang yang menjadi kewenangannya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari umat Islam, seperti masalah perkawinan, perceraian, kewarisan, wakaf, hibah, hingga ekonomi syariah.

Buku berjudul "Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam dalam Risalah Qadha Umar bin Khattab" karya Dr. Hj. Aah Tsamrotul Fuadah hadir sebagai referensi akademik yang komprehensif dalam bidang ini. Penulis mencoba tidak hanya memaparkan dasar-dasar hukum acara peradilan agama yang berlaku di Indonesia, tetapi juga menautkannya dengan prinsip-prinsip hukum acara Islam klasik, khususnya yang bersumber dari Risalah Qadha Umar bin Khattab. Pendekatan ini menjadi istimewa karena menjembatani antara regulasi hukum positif dengan nilai-nilai keadilan yang bersifat normatif-transendental.

Sebagai buku ajar, karya ini disusun untuk mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, namun cakupannya sebenarnya cukup luas untuk dijadikan rujukan para dosen, peneliti, maupun praktisi di lingkungan pengadilan agama.

ISI BUKU

1. BAGIAN PENGANTAR

Pada bagian pengantar buku, penulis memulai dengan meletakkan fondasi filosofis mengapa hukum acara peradilan agama penting untuk dipelajari. Ia menegaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi itu, benturan kepentingan atau conflict of interest hampir tidak dapat dihindari. Untuk itulah diperlukan aturan hukum yang mengikat, bukan saja dalam bentuk hukum materiil yang menetapkan hak dan kewajiban, tetapi juga hukum formil yang menjamin agar hak dan kewajiban itu bisa ditegakkan melalui mekanisme peradilan.

Hukum acara peradilan agama dalam buku ini ditempatkan sebagai hukum formil yang bersifat ius curia novit, yakni hukum yang mengatur tata cara bagaimana perkara diajukan, diperiksa, diputus, dan dieksekusi oleh pengadilan. Dengan demikian, ia berfungsi sebagai "alat" untuk menegakkan hukum Islam yang telah ditetapkan sebagai hukum materiil di Indonesia. Tanpa hukum acara, maka aturan-aturan dalam hukum Islam seperti perkawinan, perceraian, atau kewarisan hanya akan menjadi teks normatif yang tidak memiliki daya paksa.

Penulis kemudian mengaitkan hukum acara peradilan agama dengan hukum acara perdata. Menurutnya, hukum acara peradilan agama pada dasarnya mengacu pada hukum acara perdata yang berlaku di peradilan umum, tetapi dengan modifikasi khusus yang disesuaikan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan kedua amandemennya. Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan antara sistem hukum nasional dan hukum Islam, sekaligus memperlihatkan bahwa keberadaan peradilan agama tidaklah terpisah dari sistem hukum nasional, tetapi merupakan bagian integral di dalamnya.

Lebih lanjut, bagian pengantar ini menyinggung tentang tujuan pembelajaran hukum acara peradilan agama. Penulis menekankan bahwa buku ini ditujukan untuk mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum agar mereka memiliki pengetahuan praktis mengenai cara berperkara di pengadilan agama. Dari mulai menyusun gugatan, mengajukan permohonan, menghadapi proses persidangan, hingga memahami putusan dan eksekusinya. Dengan kata lain, penulis ingin memberikan gambaran menyeluruh tentang "alur" beracara di pengadilan agama, sehingga mahasiswa tidak hanya memahami hukum secara konseptual, tetapi juga siap untuk menghadapi praktik nyata di dunia peradilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline