Lihat ke Halaman Asli

Rapuhnya Penegakan Aturan Kepegawaian di Negeriku

Diperbarui: 9 November 2015   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014 yang berkeinginan membangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjanjikan harapan baru bagi PNS baik di tingkat Pusat maupun Daerah.

Kehadiran UU No. 5 Tahun 2014 yang bertujuan untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan menjadikan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara telah menjadi pemicu semangat dan motivasi bagi PNS untuk mengembangkan kualitas diri dalam meniti karir secara profesional dan bebas dari sistem pembinaan dan pengembangan karir yang dimonopoli keinginan dan kemauan Pejabat Pembina Kepegawaian dengan menggunakan spoil system.

Praktek spoil system dalam pembinaan dan pengembangan karir PNS ini dalam prakteknya sangat dirasakan di daerah, terutama sejak diberlakukannya sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung pada tahun 2005. Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada umumnya telah menggunakan kewenangannya di bidang kepegawaian secara bias dan melenceng dari ketentuan peraturan perundang-undangan kepegawaian yang berlaku. Sementara disisi lain Pemerintah Pusat yang berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang kepegawaian (MenPAN-RB, Mendagri, BKN) seakan menutup mata dan melakukan pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah (Gubernur, Bupati, Walikota). Kondisi demikian telah menyebabkan munculnya kasus-kasus kronis pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan kepegawaian mulai dari rekayasa kelulusan CPNS dalam rekruitmen PNS setiap tahun baik formasi umum apalagi tenaga honorer, penempatan dan pengangkatan dalam jabatan yang tidak sesuai kompetensi dari PNS yang bersangkutan,  pelibatan PNS dalam Pemilu (Legislatif dan Eksekutif), sampai dengan penjatuhan hukuman disiplin dan pemberhentian PNS sesuai dengan keinginan Pejabat Pembina Kepegawaian.  

Sebagai PNS yang menjadi korban spoil system  dan arogansi kekuasaan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (Bupati Kepulauan Selayar) dan kemudian disahkan oleh lembaga peradilan intern sengketa kepegawaian Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) berdasarkan PP No. 24 Tahun 2011 merupakan salah seorang PNS yang merasakan betul bagaimana rapuhnya penegakan aturan kepegawaian di negeri ini. Sebagai PNS yang dikorbankan akibat dianggap tidak mendukung terhadap Bupati Kepulauan Selayar (Syahrir Wahab) saat menjadi calon incumbent pada Pilkada Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2010 lalu dengan hukuman Pemberhentian dari jabatan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), kini diberikan hukuman disiplin Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (Pensiun Dini) oleh BAPEK disaat masa kerja sebagai PNS masih tersisa 10(sepuluh) tahun lagi merupakan bukti nyata yang tak terbantahkan bahwa penegakan aturan kepegawaian masih sangat memprihatinkan.

Tulisan ini bukan dimaksudkan sebagai pembelaan diri atas musibah ketidakadilan Negara melalui tangan-tangan para Penyelenggara Negara yang bertindak atas nama Negara secara sewenang-wenang terhadap hak-hak saya sebagai warga negara yang kebetulan berstatus sebagai PNS, tetapi sekedar proses pembelajaran khususnya bagi teman-teman PNS sekaligus koreksi bagi para Penyelenggara Negara yang diberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang di bidang kepegawaian agar berhati-hati dalam mengambil keputusan  yang merugikan PNS bahkan Negara.

Pengalaman sebagai korban penegakan aturan kepegawaian yang rapuh ini dimulai pada tahun 2010, tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2010 hanya 5 hari setelah Syahrir Wahab dilantik kembali sebagai Bupati Kepulauan Selayar Periode ke-II (2010-2015), saya diberhentikan sebagai Kepala BKD tanpa alasan yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kepegawaian yang berlaku. Pemberhentian itu dituangkan dalam Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor  : 821.2/160/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 dengan menempatkan saya sebagai Staf Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dan berlaku sejak tanggal 5 Oktober 2010. Oleh karena keputusan tersebut saya anggap melanggar aturan dan sewenang-wenang, maka pada tanggal 18 Oktober 2010 saya menggugat keputusan tersebut sebagai sengketa Tata Usaha Negara di PTUN Makassar dengan registrasi perkara Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks.

Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar DR. ZAINUDDIN, SH, MlH yang merasa kaget, risih dan kalang kabut atas gugatan saya di PTUN tersebut secara sepihak dan entah dengan tujuan apa menerbitkan Keputusan Sekretaris Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 05 Tahun 2010 tanggal 29 Oktober 2010 yang isinya juga memindahkan saya dari jabatan sebagai Kepala BKD menjadi Staf Sub Bagian Kepegawaian Setda dengan masa berlaku juga tanggal 5 Oktober 2010. Keputusan Sekda ini saya terima ketika persidangan pertama di PTUN Makassar memasuki masa Pra Sidang sehingga langsung saya ajukan kepada Majelis Hakim PTUN yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut yang diikuti oleh Kuasa Hukum Tergugat sdr. SUWARDI HANAFI, SH. Kesimpulan Majelis Hakim pada saat itu adalah “Keputusan Sekretaris Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 05 Tahun 2010 tanggal 29 Oktober 2010 tidak perlu ikut digugat karena merupakan penjabaran/turunan dari Obyek Gugatan yaitu Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010, apabila Keputusan Bupati terbukti melanggar aturan dan dibatalkan demi hukum maka secara mutatis mutandis Keputusan Sekda juga harus batal demi hukum”.

PTUN Makassar akhirnya memutuskan menerima gugatan saya untuk seluruhnya dan membatalkan Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 melalui  Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN. Mks tanggal 10 Januari 2011 jo. Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.Mks tanggal 23 Mei 2011 jo. Nomor : 293 K/TUN/2011 tanggal 22 Nopember 2011 jo. Nomor : 144 PK/TUN/2012 tanggal 07 Maret 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap pada tanggal 24 Juli 2012.  

Menindaklajuti putusan PTUN Makassar yang dikuatkan pada tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali memaksa Bupati Kepulauan Selayar melakukan eksekusi dengan mengembalikan saya menjadi Kepala BKD selama 2 jam, kemudian dimutasikan menjadi Staf Ahli Bupati Bidang Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat dalam hari yang sama pada tanggal 29 Agustus 2013. Hal tersebut dituangkan dalam Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 800/221/VIII/BKD/2013 tanggal 29 Agustus 2013 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSAD, MM, NIP 19650805 198603 1 022, Pangkat Pembina Tk. I, Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dan Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/220/VIII/BKD/2013 tanggal 29 Agustus 2013 tentang Pengangkatan Drs. MUH. ARSAD, MM Dalam Jabatan Struktural Staf Ahli Bupati Bidang Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat Lingkup Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar.

Oleh karena pelaksanaan eksekusi tersebut dilakukan setengah hati oleh Bupati Kepulauan Selayar hanya dalam batas administrasi saja tanpa eksekusi riil atas rehabilitasi hak-hak kepegawaian, maka saya mengajukan Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum terhadap Bupati Kepulauan Selayar di Pengadilan Negeri Selayar dengan Registrasi Perkara  No: 9/Pdt .G/2013/PN. SLY, tanggal 26 Agustus 2013 dan saat ini sementara dalam proses Kasasi di Mahkamah Agung RI.

Bupati Kepulauan Selayar H. SYAHRIR WAHAB bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar DR. H. ZAINUDDIN, SH, MH yang merasa dipermalukan dengan kekalahan di PTUN dan kemudian digugat Perdata Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Selayar dengan tuntutan Ganti Rugi sebesar Rp.500 Miliar lebih merasa dipermalukan dihadapan Masyarakat Kepulauan Selayar. Oleh karena itu, tidak ada lagi pilihan lain kecuali berusaha dengan menggunakan segala cara untuk memberhentikan saya sebagai PNS yang dianggap telah menjatuhkan wibawa mereka sebagai Pimpinan Daerah. Dan satu-satunya jalan adalah menggunakan Keputusan Sekda Nomor 05 Tahun 2010 tanggal 29 Oktober 2010 yang illegal tersebut untuk melegalkan bahwa saya tidak pernah melaksanakan tugas sebagai Staf Sub Bagian Kepegawaian pada Bagian Organisasi dan Kepegawaian Setda sejak 5 Oktober 2010 sampai dengan 29 Agustus 2013 alias sebelum saya dikembalikan sebagai Kepala BKD berdasarkan Eksekusi Putusan PTUN dan dilantik sebagai Staf Ahli Bupati Bidang Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat pada tanggal 29 Agustus 2013.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline