Lihat ke Halaman Asli

Abang Rahino S.

Pembuat film dokumenter dan penulis artikel features

Terlalu Mudah Memahami 411 dan 212

Diperbarui: 5 Desember 2016   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca dan memahami episode 411 dan 212 entah ditunggangi atau tidak ditunggangi itu sangat mudah walau dengan nalar sederhana.  Ini bukan soal agama, apalagi sekedar soal Ahok calon Gubernur DKI yang jelas-jelas sudah mencolok tingkat keberhasilan kepemimpinannya di ibukota negara itu.  

Kalau Sudah Duduk Lupa Berdiri 

Tentu tagline pabrik mebel terkenal tentang kursi produk mereka itu masih segar di ingatan kita. Jika kemapanan sudah dinikmati puluhan tahun, siapa yang mau diusik?  

Bangsa ini kaya sumberdaya alam, kaya sumberdaya manusia dalam hal kuantitas namun tidak dalam hal kualitas. Dua hal ini makanan empuk buat bangsa miskin sumberdaya alam namun kaya sumberdaya manusia berkualitas. Jika Bung Karno punya istilah neokolonialisme, seperti hari inilah wujudnya bagi bangsa Indonesia.

Tidak pernah terjadi dalam sejarah dunia di mana pun sampai detik ini, nasib sebuah bangsa ditentukan dalam sebuah proses pengaplingan rejeki oleh para pemimpin negara adikuasa, para bankir kelas kakap, para taipan korporasi trans-nasional, para ahli ekonomi dan keuangan, dalam satu meja perundingan, kecuali bagi Indonesia pada tahun 1967 di sebuah kota kecil di Swiss.

Sejak saat itu bangsa ini dininabobokkan dengan PMA, penguasaan pihak asing atas SDA dan pasar Indonesia, dan iming-iming pertumbuhan ekonomi, dan tentu saja pembangunan! Inilah bentuk baru penjajahan yang disebut Soekarno sebagai neokolonialisme.

Neokolonialisme Total

Janji pertumbuhan, janji kemakmuran, janji pembangunan memang terpenuhi. Masyarakat menjadi nyaman dalam kehidupan mapannya. PNS menjadi terbiasa dengan pola kerja berbasis proyek karena mereka mendapat uang di luar gaji. Kalangan swasta senang karena ada ribuan proyek yang bisa mereka kerjakan mulai dari fisik sampai non-fisik. Perguruan-perguruan tinggi pun bahagia, karena para dosen mereka menjadi konsultan di berbagai proyek. Para pemilik duit lokal pun gembira, karena bisa patungan dengan para taipan trans-nasional dengan pasar yang tersedia di depan hidung berjumlah ratusan juta nyawa. Mereka patungan mulai dari urusan jajanan sampai industri berat, dari sepatu sampai baju. Para beking entah bersifat oknum atau struktural tak resmi yang pegang senjata menjadi hepi, karena tersedia ribuan industri dan bisnis yang harus diamankan. Dan itu tentu tidak gratis!

Belum cukup di situ, kehidupan sosbud pun dibentuk untuk mendukung neokolonialisme tersebut. Gaya hidup, trend, dan segala pernak-pernik kehidupan keseharian dikiblatkan ke gaya hidup para kolonialis. Bahkan untuk makan ayam goreng, es krim, atau minum kopi pun, branding kehebatannya adalah jika bangsa ini menikmati produk para neokolonialis! Bayangkan, betapa masifnya penjajahan yang yang secara total dilakukan.

Klas Menengah Atas Makmur

Terciptalah klas menengah dan atas yang makmur. Mereka jadi tulangpunggung denyut kehidupan bangsa ini. Mereka menjadi simbol sukses bangsa Indonesia: makmur, parlente, berkuasa. Maka dibangunlah citra kesuksesan yang demikian, lengkap dengan gaya hidup seperti dalam paragraf sebelum ini. Dan semua orang berlari-lari mengejar mencapainya, apa pun caranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline