Lihat ke Halaman Asli

Abanggeutanyo

TERVERIFIKASI

“Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Ringkasan Perang Saudara Libia Jilid 2 dan Prospeknya pada 2020

Diperbarui: 31 Desember 2019   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi : MEMO. Diedit oleh penulis

Setelah Moammar Qaddafi terbunuh, pemerintahan Libya atau Libia dikendalikan oleh NTC (National Transition Council) atau Dewan Transisi Nasional yaitu perwakilan pemberontak Libia dukungan NATO yang dibentuk pada 27 Februari 2011. 

Pada 8 Agustus 2012, NTC dibubarkan setelah pemilihan umum terbentuknya Majelis Nasional (GNC) beranggotakan 200 orang. Tetapi GNC tidak dapat menjalankan misi mereka hingga berakhirnya masa aktif. GNC dianggap gagal setelah bekerja setahun lebih.

Dalam kondisi demikian pada 23 Desember 2013 secara sepihak GNC mengumumkan perluasan mandat dengan menambahkan kekuasaan hingga 1 tahun lagi. Hal ini memantik protes baru di Libia termasuk tokoh politik dan militer seperti Jenderal Khalifa Haftar.

Sebulan kemudian, pada 14 Februrai 2014 Jenderal Kalifa Haftar komandan Staf Angkatan Darat Libia meminta agar GNC membubarkan diri dan menuntut pemilhan umum, tetapi hal itu tidak digubris oleh GNC yang fidukung oleh faksi milisi islamis.

Benar ekspektasi pengamat, lambat tapi pasti perang sipil yang lebih keras akan terjadi di negara tanduk Afrika tersebut. Pada 16 Mei 2014, perang saudara (jilid 2) resmi meletus ketika AD, AL dan AU serta milisi pendukung Jenderal Haftar dalam Libyan National Army (LNA) menggempur GNC dan milisi pendukungnya. 

Perlawanan GNC dan milisinya dapat dikalahkan. Pemilu ditetapkan pada 25 Juni 2015. Pemilu tersebut dianggap tidak sah oleh GNC karena pesertanya sangat sedikit. Dari pemilu tersebut terpilih anggota DPR Libia (Libyan House of Representatives) atau LHoR yang mulai bertugas pada 4 Agustus 2014 (karena alasan keamanan) berkedudukan di kota tobruk. (Belakangan LHoR disebut juga Counsil of Deputies).

Berbagai upaya persatuan telah dilakukan berbagai pihak untuk mempersatukan Libia termaskuk oleh Bernardino Leon, utusan khusus PBB untuk Libia agar GNC dan HoR berbagi kekuasaan hingga terciptalah Libyan Political Agreement (LPA) pada 17 Desember 2015.

Pada saat itu terbentuklah pemerintahan GNA atau The Government of National Accor (Pemerintahan Kesepakatan Nasional). Ketua DPR tandingan (HoR) menyatakan dukungannya pada putusan LPA, artinya DPR setuju dengan pembentukan pemerintahan tersebut ketika itu.

Dari luar negeri sejumlah negara Eropa dan AS serta PBB juga mendukung pemerintahan GNA. Faksi militer yang mendukung GNA adalah faksi islamis dan jihadis serta faksi lokal sisa anti Qaddafi dan milisi bayaran dari berbagai negara. 

Di sisi lain, HoR disokong oleh LNA pimpinan Jenderal Haftar serta milisi lokal pro Qaddafi.

Setelah kesepakatan LPA terjadi baru timbul berbagai perbedaan pendapat sehingga HoR menarik diri dari LPA. Pada 17 Desember 2017 Jenderal Khalifa Haftar mengatakan perjanjian LPA gagal dan mereka HoR menarik diri dari perjanjian tersebut. Tampaknya banyak perbedaan di dalamnya, diantaranya adalah pemberlakuan syariat Islam dalam pemerintahan GNA serta pengisian posisi strategis di dominasi oleh kelompok GNA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline