Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Ibadah Perlu Ilmu, Agar Berkualitas

Diperbarui: 2 Juni 2019   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih ada celah untuk berdakwah. Saat kita pulang kampung, mudik, kembali ke desa tercinta. Menemukan sesuatu yang kurang pas dalam beribadah. Maka itu adalah perlu untuk diingatkan. Tentunya dengan bahasa yang sesuai, "billughoti qoumihim".


Misalnya, ada yang menyusul datang ke masjid/musholla, ketika sholat tarawih sedang berlangsung (masbuq). Dia langsung ikut sholat tarawih, dan menggenapkannya sesuai kebiasaan disana, tarawih dan witir dengan jumlah rakaat tertentu. Setelah itu, dia melakukan sholat Isya. Mestinya ia memahami makna dari Sholat Tarawih, sehingga tidak melakukan itu. 

Islam adalah agama yang menyuruh untuk mengikuti dan memahami, bukan mengikuti semata, tanpa pengetahuan dan pemahaman mendalam. Taklid itu tidak bagus bagi gizi ruhani beribadah.
Semestinya bacaan seperti ini, https://drive.google.com/file/d/14A45F2AAI8ACxeV9HL-iGjhbxNEMeSon/view?usp=drivesdkSejarah Tarawih bisa disebarluaskan. Dikarang oleh Ustadz Ahmad Zarkasih, Lc.


Selain itu,  ketika ada jamaah dua orang, satu imam dan satu makmum, mereka sholat dalam barisan yang agak merapat. Ketika datang orang ketiga, maka orang ketiga-pun menyentuh pundak makmum pertama. Bertujuan untuk memintanya mundur, membentuk shaf/barisan baru. Namun, makmum pertama tidak bergeming, sehingga sholat pun memiliki tiga baris yang aneh, berdekatan. 

Hal ini merupakan tugas dakwah yang sepele, namun perlu. Mungkin saja jamaah tersebut, makmum pertama, kurang wawasan, dan tidak pernah diajarkan secara teknis oleh para ustadznya. Berada di lingkungan yang relatif homogen, tidak pernah melihat contoh itu di masjid langganannya. Dan saya mengalaminya berkali-kali, terutama di masjid berafiliasi tradisionalisme. Satu hal yang relatif konsisten adalah kerapatan jamaah, biasanya juga agak longgar. Setiap orang memilih comfort zone masing-masing, tidak peduli dengan kepersatuanan umat. Padahal pada jamaah yang kurang rapat itu, memberi peluang bagi Pembisik Kejahatan yang Utama, untuk melaksanakan tugasnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline