Lihat ke Halaman Asli

Aantika Nirmala Sari

Mahasiswa S1 Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Ganesha

Hindu Memiliki Banyak Dewa: Politeisme atau Cara Pendekatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa Esa?

Diperbarui: 19 September 2025   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Pinterest/AI)

Pertanyaan yang sering muncul adalah: "Agama Hindu memuja banyak Dewa lalu apakah ini berarti Hindu termasuk agama politeisme?" Jika dilihat dari luar, jawaban singkat mungkin "Iya". Hindu memang kaya dengan sebutan Dewa dan Dewi mulai dari Brahma,Wisnu, Siwa, Saraswati, Lakshmi, Ganesha, Durga, dan masih banyak lainnya. Namun, jika ditelusuri melalui sumber ajaran dan penelitian akademik, Hindu justru menghadirkan pandangan teologis yang jauh lebih bernuansa. Pertanyaannya kini bukan hanya apakah Hindu politeisme?, melainkan bagaimana Hindu memahami Sang Hyang Widhi Wasa melalui banyak wujud-Nya?

Di sinilah letak keunikan Hindu. Ajaran Upanisad menegaskan bahwa keberagaman Dewa bukanlah tanda adanya banyak Tuhan yang terpisah, melainkan manifestasi dari satu realitas tertinggi yang disebut Brahman yaitu hakikat yang tak terbatas, abadi, dan melampaui segala bentuk. Ragam wujud Dewa dipahami sebagai jalan-jalan berbeda untuk mendekati atau memahami Yang Esa. Dengan demikian sebaagai contoh pemujaan Saraswati sebagai sumber ilmu pengetahuan, Ganesha sebagai penghalau rintangan, atau Wisnu sebagai pemelihara semua makhluk hidup di alam semesta, semuanya pada akhirnya kembali bermuara pada keyakinan yang sama terhadap realitas terhadap Tuhan yang satu.

Di sisi lain, sejarah intelektual Hindu juga memperlihatkan dinamika yang berbeda dari dikotomi sederhana "monoteis dan politeis". Pada periode Weda, para penyair memuji satu Dewa tertentu secara eksklusif dalam sebuah himne misalnya Indra atau Varuna tanpa meniadakan keberadaan Dewa lainnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah henoteisme atau monolatri, yang pertama kali diperkenalkan oleh F. Max Mller. Henoteisme menggambarkan pemujaan intensif pada satu Dewa di antara banyak yang diakui. Dengan cara ini, umat bisa fokus pada Dewa tertentu sesuai konteks ritual, sambil tetap mengakui kehadiran Dewa lain.

Seiring waktu, pemahaman ini berkembang semakin filosofis. Perkembangan filsafat Vedanta, terutama dalam Upanisad dan tradisi bhakti, mempertegas bahwa di balik banyaknya nama Dewa terdapat satu realitas tunggal. Beberapa aliran menekankan aspek personal Tuhan (vara), seperti dalam Vaishnavisme yang menempatkan Wisnu/Krishna sebagai Tuhan tertinggi. Sementara itu, aliran Advaita Vedanta mengajarkan bahwa segala sesuatu sejatinya adalah Brahman. Karena itu, banyak sarjana menyebut Hindu sebagai "monoteisme inklusif" artinya pengakuan pada satu sumber tertinggi, sambil tetap memberi ruang bagi keragaman wujud dan praktik.

Karena itulah, Hindu sering dipahami sebagai "monoteisme inklusif": pengakuan pada satu sumber tertinggi, sambil tetap memberi ruang bagi keragaman wujud dan praktik. Pemahaman ini tidak berhenti pada ranah filsafat semata, tetapi juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu. Dari sisi praktik, keragaman Dewa justru memperlihatkan keluwesan Hindu dalam menyediakan jalan spiritual yang sesuai dengan kecenderungan batin masing-masing umat. Sebagian orang merasa lebih dekat dengan Ganesha sebagai simbol kebijaksanaan, sementara yang lain memilih Durga sebagai figur pelindung. Ada pula yang menekuni meditasi langsung pada Brahman tanpa bentuk. Tradisi ini tidak dimaksudkan untuk menunjukkan persaingan antartuhan, melainkan pluralitas cara berjumpa dengan Yang Satu. Penelitian di Butler University Digital Commons menegaskan bahwa tradisi Vaishnava, misalnya, walaupun monoteistik, tetap menghormati dan menoleransi manifestasi lain dalam kehidupan religius sehari-hari.

Dengan demikian, menyebut Hindu hanya sebagai politeisme terlalu menyederhanakan. Hindu menampilkan spektrum teologis yang luas mulai dari ritual yang menampilkan pemujaan banyak Dewa hingga filsafat yang menekankan satu realitas tertinggi. Istilah seperti henoteisme, monolatri, dan monoteisme inklusif lebih tepat digunakan untuk menangkap kompleksitas dan kekayaan pandangan Hindu. Hindu adalah tradisi yang melihat banyak Dewa sebagai banyak jalan pendekatan kepada Tuhan yang sama. Keberagaman itu bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang mencerminkan pluralitas manusia sekaligus mengarah pada kesatuan. Dengan memahami hal ini, kita dapat melihat bahwa Hindu tidak sekedar politeis, tetapi sebuah tradisi spiritual yang mengajarkan bahwa dalam banyak wujud tetap ada satu kebenaran yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline