Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Penggunaan AI Kepada Interaksi Manusia

Diperbarui: 6 Oktober 2025   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Perkembangan AI, atau Artificial Intelligence merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi abad ke-21 yang memiliki pengaruh yang sangat luas dalam banyak aspek kehidupan, dari level individu hingga pada skala global. Kemunculan chatbot atau AI simulasi interaksi manusia dari segi teks, maupun suara muncul sebagai salah satu inovasi dari teknologi berbasis AI yang sudah digunakan secara luas. Dengan jumlah pengguna yang banyak dan rutinitas komunikasi yang rutin dilakukan bersama chatbot, penelitian terhadap pengaruh teknologi ini terhadap interaksi dunia nyata menjadi sangat penting, apalagi di sebuah dunia yang selalu bergeser ke tren digital dan interaksi dunia maya. Kebiasaan orang untuk mencari informasi, dukungan, atau bahkan pertemanan dengan AI ketimbang manusia juga menjadi salah satu dampak nyata yang perlu menjadi perhatian, karena dapat mempengaruhi pola interaksi, pembentukan hubungan sosial, dan perubahan pola pikir di masa depan.

Chatbot seperti Replika, Character.ai, Xiaoice, bahkan ChatGPT atau Gemini digunakan setiap hari oleh jutaan orang sebagai seorang teman untuk berbincang atau "ngobrol" layaknya dengan sebuah manusia asli. Hal ini menimbulkan pertanyaan berupa kenapa banyak sekali orang memilih untuk berbincang dan membangun koneksi yang dalam dengan AI dibandingkan dengan manusia? Jawabannya sebenarnya mudah, karena banyak sekali orang merasa kesepian. Meskipun perkembangan teknologi telah memungkinkan terjadinya interaksi lintas benua, kesepian dan isolasi diri justru malah meningkat. Hal ini terjadi karena orang-orang lebih memilih untuk menghabiskan waktu di depan sebuah layar dan mengkonsumsi konten yang mensimulasikan interaksi sehingga merasa tidak adanya keperluan untuk bertemu dengan orang lain secara fisik. Orang-orang yang merasa kesepian juga lebih memilih untuk berbicara dan berteman dengan AI karena tidak memiliki emosi yang ekstrim, atau menilai perilaku layaknya seorang manusia. AI juga dapat tersedia sepanjang hari dan dapat dikontak kapan saja dan dimana saja, tidak seperti seorang manusia yang memiliki banyak jadwal dan kepentingan sehingga seringkali tidak memiliki waktu untuk bertemu dengan orang lain. Banyak orang juga sering malu atau tidak nyaman apabila harus bertemu dengan orang lain secara langsung, sehingga menggunakan chatbot menjadi pilihan yang lebih mudah dan nyaman. Perbincangan yang bersifat privat dan anonim juga menjadi salah satu faktor kenapa orang memilih untuk menjadi AI sebagai teman untuk berbincang karena menghilangkan kekhawatiran atas tersebarnya informasi, terutama yang bersifat personal atau rahasia, dan juga dapat digunakan untuk membantu dalam melawan masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan mental pengguna.Jika dilihat, pemanfaatan chatbot sebagai seorang teman memiliki banyak sisi yang positif dalam membantu orang menghilangkan rasa kesepian dan meningkatkan kepercayaan diri, apalagi bagi orang-orang yang pada dasarnya tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Namun, apakah berteman dengan AI solusi yang tepat untuk melawan kesepian dan ketidak percayaan diri?

AI memang menjadi alternatif yang bagus untuk melakukan interaksi dengan orang lain, tetapi bukan berarti interaksi terus-menerus dengan  AI tidak memiliki sisi yang negatif, terutama terhadap psikologi dan interaksi langsung dengan orang lain. Seringkali orang yang menggunakan chatbot sebagai sumber untuk berinteraksi yang utama mengalami ketergantungan yang berlebihan yang akhirnya menyebabkan interaksi dengan orang lain di dunia nyata menurun dikarenakan kenyamanan dan kemudahan yang dirasakan. Kebanyakan dari mereka juga termasuk orang-orang yang sangat merasa kesepian dan membentuk koneksi emosional yang mendalam yang menjadi khawatir karena interaksi dengan AI yang bersifat satu arah, dimana hanya sang pengguna lah yang menunjukkan dan merasakan emosi sehingga tidak ada saling beri yang alami seperti hubungan dengan manusia. Keuntungan yang dirasakan juga bersifat sementara dan menurun seiringnya waktu dikarenakan AI yang tidak dapat meniru nuansa manusiawi yang mendalam seperti respon non-verbal dan bahasa tubuh sehingga respons terasa kosong dan tidak bermakna. Respons AI yang diprogram untuk selalu sempurna dan mendukung juga dapat menimbulkan persepsi dan standar hubungan yang tidak realistis karena sifat manusia yang tidak bisa diprediksi dan sering kali tergantung dengan emosi tidak akan selalu memberikan tanggapan atau kesan yang kita inginkan. Percakapan yang berbasis digital juga memiliki resiko untuk mengalami sebuah kebocoran data atau digunakan tidak semestinya untuk hal-hal yang bersifat tidak etis dan dapat membahayakan. 

Jadi, apa jawaban untuk pertanyaan apakah AI solusi yang tepat untuk melawan kesepian dan isolasi sosial? Jika dilihat dari kedua sisi, jawaban yang muncul tidaklah hitam putih melainkan bersifat lebih kompleks. Manusia secara biologis diciptakan untuk membuat dan memiliki hubungan sosial dengan manusia lain dari kecil untuk membantu perkembangan mental, pembelajaran, kontrol emosi, dan kesejahteraan. Menggantikan interaksi manusia asli dengan AI dapat melemahkan atau bahkan merusak keterampilan bersosialisasi seseorang dan menurunkan kepercayaan terhadap orang lain, terutama dalam anak-anak atau remaja awal yang masih dalam tahap perkembangan. Perkembangan personal, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan menangani konflik juga dapat terhambat karena respons yang diberikan yang selalu menunjukkan persetujuan, tidak seperti manusia asli dimana sering terjadi ketidaksetujuan. Namun, tidak semuanya bersifat negatif jika membicarakan tentang penggunaan AI sebagai alat bantu melawan kesepian. Dalam kondisi tertentu, terutama bagi pengguna yang memiliki kesulitan secara sosial, terisolasi, atau tidak memiliki orang yang dapat dipercaya, AI dapat memberikan dukungan emosional untuk mengurangi rasa kesepian yang bersifat sementara.  AI juga dapat berperan sebagai seorang pembantu untuk penyaluran emosi, atau melatih kemampuan berkomunikasi sebelum membangun hubungan yang nyata dengan manusia lain. Dengan demikian, jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut adalah bahwa AI seharusnya tidak dianggap sebagai pengganti interaksi manusia, melainkan sebagai sebuah pendamping tambahan untuk melawan rasa kesepian yang dialami yang harus dimanfaatkan dengan semestinya dan diimbangi dengan adanya interaksi dunia nyata.

Meninjau ulang tema dari artikel ini, yaitu bagaimana penggunaan chatbot AI dapat mempengaruhi interaksi manusia, jika dilihat secara keseluruhan, kemunculan chatbot telah membawa perubahan yang besar terhadap bagaimana kita sebagai manusia berinteraksi. Chatbot telah mengubah bagaimana seseorang mencari kenyamanan, dukungan, atau bahkan validasi secara emosional yang hanya bisa diperoleh dari hubungan antar manusia sebelumnya. Teknologi ini juga memberikan kesempatan baru bagi mereka yang memiliki kesulitan untuk bersosialisasi agar masih bisa memiliki hubungan secara emosional. Namun, pengaruh chatbot tidak sepenuhnya positif, seperti memunculkan sebuah ketergantungan yang berlebihan terhadap sesuatu yang tidak merasakan emosi layaknya manusia. Ketergantungan ini juga dapat menyebabkan terkikisnya kemampuan sosial alami manusia, seperti empati, kesabaran, dan kemampuan memahami nuansa orang lain, terutama jika pengguna lebih memilih untuk membangun koneksi dengan AI ketimbang manusia lain di dunia nyata. Interaksi yang dulunya bersifat lebih hangat, spontan, dan manusiawi telah bergeser menjadi lebih datar dan terencana. Interaksi AI yang lebih dominan juga menumbuhkan ekspektasi yang tidak realistis terhadap interaksi manusia yang penuh ketidaksempurnaan, dibandingkan AI yang diprogram untuk selalu sempurna dan memberikan jawaban yang memuaskan. Semua faktor ini dalam jangka lama akan menghilangkan keaslian dan keintiman emosional dalam interaksi antar satu sama lain, dan memunculkan persepsi bahwa interaksi di dunia nyata tidak penting. Sebuah mesin tidak bisa menirukan ikatan emosional manusia yang mempengaruhi interaksi, dan hal itu penting untuk membangun rasa empati, kepercayaan, dan kepedulian terhadap satu sama lain. Tanpa adanya interaksi manusia yang bermakna, seseorang dapat kehilangan kemampuan-kemampuan tersebut yang merupakan unsur penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pada akhirnya, AI tersendiri merupakan sebuah alat bantu yang hanya bersifat sebagai itu, alat bantu. Dengan semua manfaat yang ditawarkannya, AI tetap harus digunakan dengan bijak dan semestinya, bukan sebagai pengganti koneksi manusia secara keseluruhan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline