Lihat ke Halaman Asli

Hak Pendidikan Masyarakat, Dirampas Negara

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia pendidikan Indonesia saat ini mengalami diskriminasi hak. Hak mendapatkan pendidikan dan hak mendapatkan ilmu pengetahuan dan informasi. Maka kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan adalah jawaban keserakahan pemerintah dalam mengawal pencerdasan rakyat sebagaimana diamanatkan pembukaan UUD45 “mencerdaskan kehidupan bangsa.

Amanat UUD45 hanyalah cita-cita semu, aplikasi dan tindak lanjutnya dipolitisasi bagi yang berkepentingan. Pemerintah yang seharusnya bertanggungjawab condong ikut bersepakat, bila menguntungkan secara ekonomis. Pendidikanpun di-usahakan pada kapitalis (pemodal). alhasilnya pendidikan menjadi amat mahal dan menyulitkan masyarakat mendapatkan pendidikan selayaknya anak-anak bangsa pada umumnya.

Sebut saja UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang pemberlakuannya dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) bulanMaret2010 sebab mengkerdilkan peranan negara dalam mengatur perguruan tinggi. Dicabutnya UU BHP 2 tahun kemudian tepatnya tahun 2012 pemerintah mengeluarkan UU PT (Perguruan Tinggi) yang isi materinya sama dengan UU BHP, hanya berganti baju dan pemberlakuannya telah disahkan pada tahun yang sama.

Diterbitkannya UU PT (berlaku) dimaksudkan agar perguruan tinggi mandiri dan otonom, artinya PT bukan lagi dibawah naungan pemerintah, tetapi di privatisasi kepada pemodal (kapitalis). Pendidikan-pun menjadi lahan investasi sebagai barang dagangan (komersialisasi) para kapitalis baik asing maupun nasional menempatkan masyarakat indonesia sebagai constumer (pengguna jasa pendidikan). Dan dipastikan hanya segelintir orang yang berdompet tebal sajalah yang bisa menikmati pendidikan sedangkan masyarakat kelas menengah ke bawah akan sulit mengenyam pendidikan starata satu atau terpaksa tidak pernah sama sekali mengakses pendidikan strata satu.

Setelah disahkan UU PT tidak lantas menghentikan obsesi pemerintah merampas hak pendidikan masyarakat. Pemerintah kembali mengajukan rancangan sistem kurikulum pendidikan tahun 2013 ke DPR yang isinya sangat kontraversial terhadap mutu dan kualitas siswa.

Kontraversialnya rancangan kurikulum tahun 2013 karena memiliki keanehan, dimana beberapa mata pelajaran dihapus oleh pemerintah seperti bahasa inggris untuk SD dan teknologi informasi dan komonikasi di jenjang SMP dan SMA padahal ini berguna bagi kreatifitas dan kualitas siswa tersebut. kurikulum ini telah membatasi siswa dalam pengembangan bakat dan minat, sama halnya mematikan potensi yang dimiliki anak-anak bangsa di tengah persaingan era globalisasi.

Persoalan lain yang sangat kursial terkait pemerataan akses pendidikan yang belum merata. Faktanya ada kesenjangan memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaaan. Umumnya masyarakat pedesaan kurang mendapat perhatian. Pengalokasi anggaran pendidikan 20% tidak jelas dimana rimbanya. Ini dilihat dari minimnya sarana-prasarana penunjang (buku-bukupanduan mata pelajaran dan labotorium pendidikan), akses informasi dan tenaga pengajar yang berpengetahuan luas (minimal starata satu). Akibatnya saat ujian nasional siswa mengalami kesulitan menjawab soal ujian.

Carut-marutnya pendidikan nasional, kenyataannya dunia pendidikan dipolitisasi untuk berbagai kepentingan sepihak orang, sehinggga pencerdasan terhadap kualitas (kreativitas dan Intelektualitas) dan penguatan krakter seluruh anak indonesia digadaikan untuk sebuah nafsu yakni uang. Negara dalam hal ini pemerintah dan DPR perlu mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan yang melenceng dari amanat konstitusi dan disesuaikan dengan situasi, kebutuhan bangsa indonesia sendiri guna menjawab kewajiban negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline