Lihat ke Halaman Asli

Ire Rosana Ullail

TERVERIFIKASI

irero

Cerita Ramadan dari Negeri Seribu Azan

Diperbarui: 12 Juni 2018   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar diambil dari: ppmaswaja.org

Ramadan selalu menimbulkan desiran rasa tersendiri bagi seseorang. Terlebih di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim, suasana ramadan begitu semarak terasa. Bahkan sejak sedari beberapa hari menjelang tarawih pertama. 

Antusiasme menyambut ramadan selalu penuh gejolak dan menjadi hal paling dirindukan. Setiap daerah beramai-ramai melakukan tradisi penyambutan, mulai dari padusan, munggahan, dugderan, meugang, dandangan tersebar hampir di seluruh titik di Indonesia.

Suasana dan rasa ketika menyambut ramadan tersebut tak dapat diukur dengan apapun, semua orang berantusias, setiap daerah bergerak, bahkan iklan TV ramadan penuh nilai yang membuat trenyuh pun mulai bermunculan hilir mudik silih berganti. 

Di sini, ramadan di sambut dengan indah dan sukacita, semua orang bergembira. Suara azan di mana-mana, suara tarawih terdengar hingga ujung desa, lantunan ayat suci dari orang-orang tadarus membuat sejuk orang yang mendengarnya. 

Warga non muslim menghormati orang yang berpuasa dan warga muslim menghormati warga non muslim. Orang yang berpuasa menghormati yang tidak berpuasa begitupun sebaliknya. Di saat ramadan di negeri ini kita menemukan indahnya toleransi.

Suara ramai sahur menandakan indahnya kebersamaan, suara azan magrib menjadi panjatan syukur setiap umat. Jalan-jalan dipenuhi muda-mudi yang membagikan takjil gratis. Setiap masjid terbuka untuk pendatang yang ingin membatalkan puasa.

Setiap warga beriuran sukarela untuk takjil masjid, setiap orang berlomba menyedekahkan hartanya. Di bulan ini, di mana tidur pun dinilai sebagai ibadah, menunjukkan betapa Maha pengasih dan penyayangnya Tuhan terhadap umatnya.

Tidak ada yang lebih dirindukan dari ramadan melebihi itu semua . Di mana seluruh umat muslim serempak untuk melaksakan puasa, sama-sama menahan diri dari nafsu, lapar dan dahaga. Mereka saling mengingatkan, saling membangunkan dan saling mengajak kepada kebaikan. 

Semua orang berantusias menunggu bedug, dan kita meminum/memakan makanan pertama bersama-sama. 

Di saat itu tidak ada beda antara dia yang berada dan dia yang tak punya. Saat puasa semua sama, waktu sahur dan berbuka sama. Tidakkah ramadan menjadi salah satu penanda bahwa kita sesungguhnya sama di mata Tuhan?

Di saat ramadan suasana rumah dan kantor menjadi berbeda. Tak ada lagi pertengkaran, tak ada lagi obrola-obrolan dengan rekan kerja yang kurang bermanfaat, setiap orang berdzikir, melantunkan ayat-ayat suci, melaksanakan salat sunnah lebih khusuk dan berbicara dengan  tutur kata lembut. Tidak ada yang lebih di rindukan melebihi suasana ramadan yang membuat suasana menjadi lebih santun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline