Lihat ke Halaman Asli

Isa Azahari

Konsultant SDM

Makroprudensial, Pengertian dan Penerapannya bagi Masyarakat Awam

Diperbarui: 15 Mei 2020   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Kompas.com

Selama masa bencana covid-19 ini, seluruh negara di dunia terancam akan mengalami resesi ekonomi, tak terkecuali Indonesia. Lembaga-lembaga keuangan dunia seolah kompak mengatakan bahwa semua degara akan mengalami kontraksi (penurunan) pertumbuhan ekonomi. 

Malah banyak negara kelompok ekonomi utama dunia (G-20) akan mengalami pertumbuhan negarit (dibawah nol persen) kecuali tiga negara yaitu: China, India dan Indonesia, yang ddiramalkan masih berada di angka positif.

Dalam menjaga jangan sampai terjadi resesi, disinilah peran Bank Sentral masing-masing negara menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat dan menerapkan kebijakab dibidang keuangan (moneter). Dengan kata lain Bank Sentral (Bank Indonesia) selalu berupaya semaksimal mungkin menjaga kestabilan sistem keuangan negara. 

Pengertian diatas itulah yang biasa disebut dengan kebijakan Makroprudensial. Kebijakan ini harus diambil agar resesi yang pernah dialami Indonesia di tahun 1998 tidak terulang. Di mana masyarakat melakukan penarikan besar-besaran terhadap simpanannya di bank-bank dalam negeri.

Akibat aksi tersebut membuat banyak bank kolaps. Itulah yang disebut dengan Risiko Sistemik, dimana akibat aksi pada satu bank berakibat pada buruk bank-bank lain.   

Secara sederhana kebijakan makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian (prudent) pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi.

Fokus kebijakan makroprudensial tidak hanya mencakup institusi keuangan, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar uang, perusahaan besar, industri, pasar-pasar, usaha kecil dan rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. 

Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Negara, inilah yang menjadi tugas dan peran utama bank sentral, BANK INDONESIA. BI sangat berhati-hati dalam menjaga nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain dan dalam mengatur peredaran uang di masyarakat.

Nilai tukar rupiah harus dijaga kestabilannya atau (kalau bisa) menguat secara normal. Turunnya nilai tukar mengakibatkan naiknya harga barang (import) sehingga menganggunperekonomian dalam negeri. Karena industri kita masih sangat tergantung bahan dan komponen yang didatangkan dari luar.  

Jumlah uang yang beredar di masyarakat juga terus dipantau dan dijaga agar sesuai dengan laju dan tumbuhnya perekonomian . Uang yang beredar tidak boleh terlalu sedikit, juga tidak boleh terlalu banyak yang bisa mengakibatkan inflasi (turunnya nilai tukar uang terhadap barang). Hal ini sangat memberatkan rakyat biasa.

Lalu, sebagai masyarakat biasa ditimgkat rumah tangga dan/atau pelaku Usaha Kecil apa yang dapat kita lakukan dalam mendukung Bank Indonesia menjaga kestabilan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline