Media Sosial sebagai mediator Toxic Positivity di masa Pandemi
Sejak awal penyebab corona virus disease 2019 atau yang di sebut dengan covid- 19 , merupakan penyakit sindrom pernapasan yang di sebabkan oleh coronavirus yang virus baru berasal dari satukeluarga yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syindrome (SARS) dan beberapa jenis flu biasa , dimana corana virus yang pertama kali didentifikasi di Wuhan , Tiongkok . Virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan dahak dari yang terinfeksi melalui batuk dan bersin dan jika menyentuh permukaan yang terkontwminasa virus. Organisasi kesehatan dunia (WHO) secara langsung mendeklarasikan bahwa Covid-19 sebagai Public Health Emergency Of Internasional Concern (PHEIC) , yang kemudian di diraktakterasi sebagai sebuah pandemi . Merespon hal tersebut maka perintah indonesia secara tegas mangambil langka cepat dalam menerapkan beberapa kebijakan menekan pergerakan publik dan pertemuan yang berkelompok , dalam upaya untuk menekan penyebaran covid-19 . Berapa kebijakan yang tegaskan oleh pemerinta diantaranya himbauan untuk stay home , menjagah kesehatan dan kebersihan, serta mamukakan physical distancing apabilah jikan terpaksa harus meninggalkan rumah karena hal yang bersifat penting dan mendesak.
Kehadiran pandemi ini membuat manusia secara tidak langsung lebih kergantungan dalam menggunakan teknologi , khususnya media sosial yang mebuat interaksi manusia menjadi datar dan cenderung membosankan karena dilakukan dalam rumah secara jangka waktu panjang sebagai ketatnya di terapkan physical distancing . Dimana pelaku utama yang mengaktifkan pergerakan teknologi informasi kebanyakan berasal dari kaum muda , pelajar dan mahasiswa . Namun tak hanya dikalangan rejama yang aktif menggunakan teknologi , kalangan usiapun aktif menggunakan teknologi , hal ini membuat manusia lebih ketergantungan dalam pengunaan teknologi di masa pandemi . Berdasarkan lapaorang We Are Sosial, Jumlah pengguna aktif media sosial indonesia menjadi sebanya 191 juta orang pada januari 2022. Jumlah ini telah meningkat sekitar 12,35% dibanding tahun sebelumnya, banyak orang yang mengunakan media sosial yang di dominasi oleh sosial media yang digunakan se yang memamang menjadi pavorit dikalagan masyarakat indonesia dengan jumlah pengguna dalam mengakses youtube sekitar mencapai 129,9 dan selanjutnya disusul oleh media sosial Whatsapp dengan jumlah akses sebesar 88,7 % , instagram dengan 84,8% serta disusul oleh media sosial Facebook dengan jumlah 81,3% data ini dijelaskan oleh salah satu website databoks.com . Dalam hal ini masyarakat virtual seperti sangat menaruh perhatian yang tinggi terhadap media sosial.
Pemanfaatan media sosial dalam mengakses infomasi dan bertukar informasi menjadi fenomena meningkatnya pengguna media sosial dimasa pandemi , yang membuat manuasia ketergantungan dalam penggunakannya serta penggunaan media sosial yang kurang efektif membuat faktor psikologis sebagai pemuasan diri dari kehidupan yang disarakan horizontal serta cendurung membosankan . Hal terlihat dari interaksi penggunaan media sosial yan tinggi sehinggah terlihat sulit menjaga eksitensi diri sendiri , menjadikan media sosial sebagai salah satu mediator Toxic Positivity di masa pandemi .
Ketika terjadi fenomena pandemi maka semua aktivitas manusia diahlikan di rumah , kondisi ini membuat gangguan kesehatan mental kerap terjadi di masa pandemi mulai dari gejala ringan hingga berat seperti merasah mudah merasa lelah, cemas yang berlebihan ,sterss, gangguan stress pasca trauma serta permasalahan kesahatan mental lainnya. Gangguan kesehatan mental ini tidak mengenal usia muali dari anak- anak , remaja ,orang dewasa hinga lanjut usia , dikarenakan masa pandemi terus diperpanjang dari bulan kebulan hingga tahunan membuat masyakat menjadi bersikap merasa seolah lambat laun kondisi menjadi baik-baik saja di tengah meningkatnya angka covid-19 bisa menjadi gangguan psikologis . sikap ini disebut sebagai toxic pisitivity. Seseorang saat merasankan toxic positif dari sesuatu hal ataupun bahkan orang yang ia percayai , maka dirinya akan mulai mengabaikan emosi negatif di dalam tubuh . Dimana hal ini dapat menyebatkan kondisi selalu positif menjadi cara yang paling baik untuk menjalani kehidupan , yang akan terus menghindari emosi enegatif padahal perasaan tersebut dihasilkan oleh otak untuk menandakan bahaya . jika hal terus di abaikan maka akan sulit untuk menilai sesuatu masalah dan selalu memaksakan kondisi masalah terlihat sisi baik ketika terjadi sesuatu yang buruk terjadi.
Kondisi ini bisa membuat presepsi bahwa seolah-olah pandemi merupakan menyakit yang menjadi biasa , sehingga oranng bersifat toxic positivity , dimana kondisi pandemi dapat di lewati dengan mudah dan kondisi baiik- baik saja tapi kenyataan tidak . seseorang akan percaya jika kondisi pandemi merupakan seatu hal yang biasa . Hal ini dapat dipercahyai dari orang lain ataupun lewat media sosial yang menyatan berita tentang kondisi pandemi yang menjadi biasa yang bisa saja bukan menjadi suatu masalah yang besar, berita tersebut belum di pastikan kebenaran benar atau tidak namun diprepsikan menjadi suatu hal bersifat positif , jadi jika seseorang merasakan gejala dari covid maka ia akan beranggapan bahwa dirinya hanya merasakan sakit flu biasa dan berpikir positif bahwa diri tidak covid , sedangkan dari ciri-cirinya ia merasakan gejala-gelaja kondisi covid serta mengabaikan protokol kesehatan dari prepsipsi seolah-olah resakan kondisi yang baik-baik saja dan akhirnya ia mengabaikan kondisinya kemudian tetap melakukam aktivitas seperti biasa kondisi sedang sakit . alhasil penyakitnya dapat menularkan keorang lain akibat tidak dapat mengekspresikan emosi yang dipendamnya dalam rasa sakit yang ia rasakan dan mungkin berdampak buruk pada akhirnya , kondisi terjadi dipengaruhi faktor sulitnya menggabar perasaan negatif pada diri seseorang . Untuk menyikapi kondisi toxic positivity ada beberapa hal yang bisa lakukan seperti rasakan dan kelola emosi negatif yang sedang dirasakan baik negatif atau positif yang dirasakan ,kurangi penggunaan media sosial . lebih berusahah untuk memahami kondisi diri sendiri tertan apa yang dirasakan serta hidari membanding- bandikan kondisi dalam suatu masalah.