Lihat ke Halaman Asli

Advisinvest Advisory

Investment advisor

Bea Meterai di Pasar Modal: Tepatkah Sasaran Pemerintah?

Diperbarui: 22 Desember 2020   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Sebagaimana kita ketahui bersama, pemerintah telah menerbitkan UU N0.10 tahun 2020 tentang Bea Meterai yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2021, namun beberapa ketentuan membutuhkan peraturan pemerintah untuk implementasinya seperti penetapan jenis dokumen lain yang belum dinyatakan dalam UU ini (pasal 3.2.h), perubahan besarnya batas nilai nominal dokumen yang dikenai Bea Meterai (pasal 6.4), pengadaan, pengelolaan, dan penjualan Meterai (pasal 12.5), dan ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai (pasal 22.2).

Sebagai warga negara yang baik kita harus mendukung setiap upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara yang nantinya ditujukan untuk membiayai pembangunan dan penyediaan fasilitas publik bagi masyarakat. 

Bea meterai merupakan pungutan sebagaimana halnya pajak yang dikenakan atas dokumen. Dengan demikian, Meterai adalah pajak atas dokumen dimana dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan (kertas dan bukan kertas). 

Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen.

Dari uraian di atas maka dokumen yang menjadi objek bea meterai harus memenuhi unsur dipergunakan sebagai alat bukti atau keterangan keperdataan yang menjelaskan kedudukan para pihak yaitu penerbit dan penerima dokumen. 

Sementara meterai sendiri harus mengandung unsur pengaman yang terbebas dari pemalsuan sehingga menjamin tujuan diterapkannya pungutan tersebut bagi pemerintah.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, teknologi digital telah menjadi bagian keseharian masyarakat, terlebih selama masa pendemi. Dokumen juga mengalami pergeseran bentuk, dari fisik menjadi non fisik sebagai hasil dari teknologi digital. Penggunaan dokumen digital telah diakui dengan diterbitkannya UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Akibat kemudahannya untuk diproduksi dan direproduksi dimana keabsahan dan kemampuan dokumen tersebut untuk dipergunakan sebagai alat bukti atau keterangan keperdataan diakui oleh UU ITE, maka bentuk dan tatacara permeteraian secara digital juga menjadi tantangan bagi pemerintah agar penerapan Bea Meterai sebagaimana diharapkan UU No.10 tahun 2020 ini tepat sasaran.

Pasal 3.2 secara spesifik menyatakan jenis dokumen yang menjadi objek Bea Meterai, dimana spesifik di industri pasar modal terdiri dari: 1) surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun dan 2) dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 

Pasal 3.2 ini juga membedakan dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan sebagai jenis dokumen selain surat berharga dan dokumen transaksi surat berharga. 

Dengan demikian, jika mengacu pada pasal 3.2 maka dokumen transaksi surat berharga tidak memperhatikan nilainya. Karena dokumen transaksi surat berharga merupakan jenis dokumen yang dinyatakan berbeda dengan dokumen yang menyatakan jumlah nominal lebih dari Rp5.000.000,00.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline