Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Pada Sebuah Puisi, Fahri Hamzah Titipkan Solo kepada Gibran

Diperbarui: 28 Maret 2021   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta, memberikan keterangan pers setelah menerima kedatangan Fahri Hamzah di rumah dinasnya (Foto: Twitter/Fahri Hamzah)

Semua bisa cebong pada waktunya. Begitu seloroh netizen melihat Fahri Hamzah merapat ke Solo. Seloroh yang menohok dan menonjok. Maklum, mantan pentolan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pernah sangat getol mengkritik Jokowi. Sekarang tidak lagi.

Fahri Hamzah membelot dari PKS. Bersama Anis Matta, ia membangun partai baru. Partai Gelora. Fahri tentu berpikir keras menggalang suara bagi partai besutannya. Ia mesti menempuh segala cara demi mengatrol citra Partai Gelora. Salah satu cara, ya, merapat ke kubu Istana Negara.

Dapat dibayangkan alur ceritanya. Seseorang yang sebelumnya demam sekali mengritik Jokowi, ujuk-ujuk mendekat. Gibran mendadak seperti gula yang memikat banyak semut. Putra sulung Jokowi itu kontan dirubungi banyak pihak setelah terpilih menjadi Wali Kota Surakarta.

Pada satu sisi, langkah Fahri patut mendapat acungan jempol. Ia jeli memanfaatkan peluang. Ia pintar melihat dan menggunakan kesempatan. Cukup sowan ke Solo, nama Partai Gelora seketika mengemuka. Gebrakan yang brilian.

Pada sisi lain, langkah Fahri menuai kontroversi. Pihak yang selama ini berdiri di belakangnya sontak menggerutu. Mereka kecele. Muncullah perasaan dikhianati. Rasa kecewa berkelindan di dasar kalbu. Gebrakan Fahri bisa saja menggerus simpati para simpatisannya.

Belum lagi jikalau kita melihat dampaknya bagi pendukung setia Jokowi. Kedatangan Fahri ke Solo dianggap sebatas langkah politis. Mereka kadung tidak percaya. Belum tentu mereka dapat menerima kehadiran Fahri. Limpahan suara dari fan berat Jokowi tampaknya susah terebut.

Fahri tentu sudah menghitung posibilitas itu. Ia bermain pada dua kemungkinan saja: merapat atau menjauh. Ia pilih merapat. Konsekuensinya berat. Ia bisa kehilangan suara dari kantong yang selama ini mendukungnya. Punai di tangan dilepas.

Dalam pertemuannya dengan Fahri, Gibran menyatakan kekagumannya kepada Fahri Hamzah (Foto: Twitter/Fahri Hamzah)

Namun, ada yang lebih mencengangkan. Lucu juga melihat Fahri tiba-tiba menggubah puisi untuk Gibran. Bingkai gagasannya sangat kentara. Titip Solo kepada Gibran. O, bisa begitu? Orang Lombok menitipkan Solo kepada orang Solo? Bisa saja. Namanya juga politik.

"Aku titipkan kota ini kepadamu, Gibran," kata Fahri di Twitter mengakhiri puisinya untuk Gibran.

Puisi gubahan Fahri seketika dimamah warganet. Para pengagum mendadak berang. Singa yang dulu garang di podium mengkritik pemerintah, kini seperti macan ompong yang kehilangan aum. Pendukung kuciwa. Kuciwa sekali.

Padahal, pengagum Fahri seharusnya tidak perlu kecewa. Politik memang lentur, tiada berbeda dengan karet gelang. Dulu lawan sekarang kawan. Sebaliknya juga begitu. Syahwat politik bisa membuat yang berbeda pilihan menjadi sehaluan.

Justru parah kalau simpatisan baperan. Fahri pernah getol mengkritik pemerintah karena ia ada di parlemen. Ia memang digaji oleh rakyat untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Tidak ada yang salah dari kebiasaan mengkritik itu. Ia bertanggung jawab menyambung lidah rakyat.

Sekarang Fahri bukan lagi wakil rakyat di Senayan. Ia tengah sibuk membangun jalan menuju Senayan. Maka dari itu, harap dimaklumi harap dimaklumi jikalau ia berubah haluan. Sowan dan puisi untuk Gibran hanyalah salah satu dari sekian ikhtiar yang tengah dijalani oleh Fahri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline