Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Makna "Menggebuk Islam" Versi Said Didu, Antara Kilah dan Keluh

Diperbarui: 24 Desember 2020   17:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Olah Pribadi

Namanya Said Didu. Beliau mantan pejabat pada salah satu kementerian di Indonesia. Usianya sudah jauh dari remaja, apalagi belia. Kita sudah dapat menabalkan beliau sebagai orang dewasa, malahan tuwir. Namun, tabiat jemari beliau sungguh jauh dari "dewasa".

Kebiasaan mencuitkan perasaan tanpa berpikir matang seolah-olah menjadi tabiat yang sudah mendarah daging bagi beliau. Pokoknya, apa yang terlintas di benak langsung dikicaukan. Tidak peduli perasaan orang lain, tidak acuh pada hati orang lain. Pendek kata, berkicau!

Dua hari lalu kicauan beliau kembali menuai cerca. Betapa tidak, beliau menyimpulkan pendapat Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, dengan cukup nyeleneh dan nyentrik. Kicauan Pak Said di Twitter kontan disambar netizen.

Menyindir Presiden dan Menteri Agama yang Baru

"Terima kasih atas penjelasan Mas Qodari. Akhirnya kami tahu bahwa Bapak Presiden inginkan Menteri Agama untuk 'menggebuk' Islam. Sekali lagi, terima kasih."

Begitu bunyi cuitan Pak Said pada Selasa (22/12/2020) di Twitter. Cuitan yang sepintas lalu terkesan sangat tendensius. Pertama, menyimpulkan pendapat Qodari secara sekehendak hati. Kedua, menggunakan kata "kami" bagai sedang mewakili kelompok tertentu sekalipun itu hanyalah pendapatnya sendiri.

Akibat sentilan dari bari kalangan, beliau kemudian menghapus cuitan tersebut. Hanya saja, jejak digital tidak serta-merta hilang tatkala cuitan dihapus. Kadung banyak warganet yang merekam atau menyimpan cuitan itu. Tangkapan layar cuitan beliau pun gencar beredar.

Tangkap layar cuitan Said Didu di Twitter.

Tampaknya beliau mulai pikun. Penunjukan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Orang lain, siapa pun itu, boleh saja urun saran atau membisikkan nama tertentu selaku kandidat, tetapi kuasa menunjuk menteri tetap milik presiden. Perkara itu naga-naganya luput dari perhatian Pak Said.

Selaku "orang merdeka", tentulah beliau merasa bebas-bebas saja menumpahkan kekesalan. Ya, begitu hemat saya. Memang sah-sah saja mengemukakan pendapat. Bebas sebebas-bebasnya. Namun, kita mesti menyadari bahwa pendapat yang kita ajukan ke hadapan publik seyogianya dapat kita pertanggungjawabkan.

Bagaimana dengan "orang merdeka" bernama Said Didu? Entahlah.

Gagap dan Gelagapan

Setelah menuai protes tak berkesudahan, tak dinyana Pak Said menghapus cuitannya. Bukan hanya itu, beliau juga menyertakan utas permohonan maaf sekalian menyampaikan argumen yang mendasari cuitannya.

Sayang sekali, argumen yang beliau bentangkan tidak lebih dari sebatas kilah dan keluh alih-alih pertanggungjawaban pribadi. Beliau terlihat berusaha mati-matian untuk mengelak ke sana-sini. Lebih sayang lagi, elakannya tidak elegan.

Kenapa demikian? Beliau menuding netizen telah salah tafsir atas cuitannya. Beliau menuduh warganet keliru menerjemahkan makna "menggebuk Islam" dalam cuitannya. Beliau timpakan kesalahan kepada netizen alih-alih meminta maaf dengan tulus tanpa kilah dan keluh. Tidak percaya? Atyo, kita kuliti pernyataan beliau!

Pertama, menyandingkan makna "menggebuk" dengan "meluruskan secara hukum". Saya pikir, ini pongah dan pandir. Jarak antara "menggebuk" dengan "meluruskan secara hukum" terlalu jauh. Sungguh terlalu jauh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline