Lihat ke Halaman Asli

Apen Munthe Korban Kedua Serangan Buaya Simangalam Dua Bulan Terakhir

Diperbarui: 23 Oktober 2020   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru saja, sekitar dua bulan Buaya Sungai Simangalam,Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu utara Sumatera Utara,  membunuh manusia warga Labuhanbatu Selatan, Almarhum Ponidi . Kini kembali reptile stock zaman purba yang menakutkan  itu mengganas, korbannya kali ini juga warga setempat Apen Munthe.

Sebagaimana sumber yang diperoleh Kompasianer,Minggu Malam (18/10) itu, Apen Munthe Bersama seorang kawannya, melakukan aktifitas menangkap ikan dengan jaring. Apen Munthte usai memasang jaring. Merasa bahagian punggungnya gatal-gatal, menurut sumber itu biasanya mandi di Sungai Simangalam dengan cara menciduk, Air Sungai. Dia tidak langsung menceburkan diri ke Sungai.

Tapi kali ini lain, Apen langsung masuk ke Sungai. Sementara temannya asyik membuka-buka Hand Phone. Ketika itulah Apen menjerit meminta tolong, temannya sempat menyenter kearah Sungai. Apen Munthe sudah diseret Buaya ketengah Sungai Simangalam itu, dan dibenamkan kedasar Sungai.

Warga setempat melakukan pencarian Mayat Apen Munthe, Mayat Almarhum ditemukan sehari setelah tewas dirahang Buaya, ditemukan sekitar empat ratus meter dari lokasi dia disambar Buaya itu. Apen Munthe di sambar Buaya, disekitar Titi PT.KSS,yang berhampiran dengan perlintasan Kereta Api Medan -- Rantauprapat.  PT.KSS adalah Perusahaan Perkebunan yang membuka areal rawa Simangalam untuk dijadikan lahan Perkebunan Kelapa Sawit.

ewasnya Apen Munthe, memperpanjang daftar para korban Hewan menakutkan itu, di Kabupaten Labuhanbatu Raya. Korban yang tewas melalui Rahang kuat Reptile sisa peninggalan jaman purba itu. Sementara untuk Sungai Simangalam, hanya baru dalam dua bulan ini, korban yang jatuh atas serangan Buaya, sudah dua orang.Almarhum Ponidi, dan Apen Munthe.

Sungai Simangalam, sebenarnya pada masa dahulu sebelum adanya pembukaan Lahan Perkebunan Sawit itu, hanyalah Sungai Kecil. Yang merupakan ruas penyaluran air menuju Sungai Kualuh, dari hamparan Rawa Simangalam, Rawa Aek Pidong, dan Rawa Siria-ria dahulunya masuk kawasan Kabupaten Labuhanbatu Raya. Setelah pemekaran, berada di kawasan Kabapaten Labuhanbatu Utara,  yang luasnya ribuan hectare.

Semasa bergabung pada Kabupaten Labuhanbatu. Rawa itu selalu mendapat suplai APBD, dengan penambahan benih ikan. Rawa Simangalam, sebelumnya adalah merupakan Rawa yang menopang mata pencaharian masyarakat, dalam hal Perikanan Rawa. Akan tetapi setelah dirusak menjadi Perkebunan Kelapa Sawit, mata Pencaharian Rakyat tersebut punah.

Sungai Simangalam, tentu saja harus dikeruk dan diperlebar dengan Ekssapator Beko, Long Am. Atau Beko yang berlengan panjang, sepuluh meter. Kalau tidak diperlebar dan diperdalam, tidak akan dapat menguras dan mengeringkan air rawa itu.

Kondisi alam rusak itu jelas, habitat perikanan dari berbagai jenis itu, musnah sudah. Saat ini Sungai Simangalam justru berubah menjadi Jalur Sungai yang menjadi habitat Buaya, eksesnya mengancam keamanan manusia.

Ada indikasi,  bahwasanya saat ini, Buaya terlihat berkembang pesat di Sungai Kualuh, Sungai Bilah, dan Sungai Barumun. Ini terjadi disebabkan berkurangnya aktifitas Transportasi Air. Sudah berlangsungnya jalur tempuh angkutan darat, disamping sepinya aktifitas Ilegal Loging yang dahulunya malang melintang,  melintas di perairan tiga Sungai yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Raya tersebut, pada provinsi Sumatera Utara ini.

Sungai Simangalam, adalah salah satu Anak Sungai dari Sungai Kualuh, Sungai Kualuh bermuara di laut Selat Malaka, di Tanjung Ledong. Penulis juga adalah Pimpinan LSM yang salah satu penabdiannya, adalah Pemerhati Lingkungan Hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline