Lihat ke Halaman Asli

Zea Zabrizkie

Commonly Found Housewife

Gastronomi Molekuler; Kuliner Modern

Diperbarui: 11 Maret 2020   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Adik saya ingin sekali masuk Teknik Bioproses supaya setidaknya mengerti cara menggunakan mesin vakum dan lain sebagainya untuk ekstraksi makanan.  Satu yang terpikir oleh saya, akhirnya channel Travel and Living merasuki pikirannya dan 'meracuninya' dengan keberadaan profesi chef mutakhir; Gastromolecular Chef. 

Gastromolecular disebut juga dengan Molecular Gastronomy.  Untuk yang masih ingat pelajaran biologinya, Gastros berarti lambung.  Gastronomi adalah sebuah ilmu, atau seni, untuk membahagiakan si Gastros sekaligus lidah.  

Gastronomi tidak hanya menelusuri asal karakteristik suatu bahan makanan, melainkan juga memetakan makanan di seluruh dunia dan menghubungkannya dengan kondisi geografis dan budaya setempat.  Nah, molecular gastronomi, kita singkat saja gastromolecular ya, adalah ilmu yang menggabungkan ketrampilan manipulasi fisika dan kimia dengan memasak.  Dibandingkan disebut ilmu, rasanya lebih pantas disebut seni karena hasil akhirnya sangat indah karena adanya manipulasi bentuk. 

Orang yang disebut-sebut sebagai Bapak Gastronomi Molekuler modern adalah Hervé This, seorang fisikawan Prancis.  Konon ketertarikannya kepada Gastronomi Molekuler berawal dari kegagalannya membuat kue souffle, menyadarkannya bahwa memasak sebenarnya sama dengan sains.  Harus ada persiapan dan metode yang sistematis dengan perhitungan yang tepat agar tidak merusak bahan dan gizi dalam makanan, namun juga mempertahankan rasa.  

Dalam penelitian awalnya, beliau dibantu Nicholas Kurti, fisikawan Royal Society yang terkenal dengan pembangunan laboratoriumnya yang bersuhu satu mikrokelvin.  Duo ini memperkenalkan istilah Gastronomi Molekuler pertama kalinya kepada dunia pada tahun 1992. Di Indonesia, istilah gastronomi molekuler belum begitu terkenal, tidak seperti kulinologi yang sudah mendapatkan hak cipta, Mr. This sendiri tampaknya tidak begitu peduli dengan perlindungan ilmu temuannya, satu-satunya semangat adalah bahwa beliau bisa membagi keunikan perpaduan fisika dengan hobi rumahannya, memasak.  

Dalam memasak, beliau menggolongkan ada tiga jenis bentuk dasar makanan, yaitu gas, cair, dan padat.  Makanan jadi umumnya berbentuk koloid satu fase, yaitu emulsi (misalnya susu), gel, busa, minyak, gas, dan cairan.  Bentuk-bentuk ini lah yang menjadi keunikan gastromolekuler, karena mampu memodifikasi makanan tanpa melenceng jauh dari bentuk dasar, tidak seperti cara memasak tradisional. Cara memasak tradisional pun sebenarnya banyak yang justru membahayakan kesehatan.  Misalnya saja suhu yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan karamelisasi berlebihan dan kerusakan protein makanan, hal ini menimbulkan resiko stroke.  

Dalam metode memasak gastromolekuler, mitos bahwa masakan hanya akan matang dalam suhu tinggi dibantah habis-habisan.  Mereka mencontohkan sebuah steak yang dimasak dalam temperatuh 80 derajat celcius saja, matang dengan empuk dan merata. Saat ini sudah banyak koki terkenal yang menggunakan prinsip ini, salah satunya contohnya Heston Blumenthal yang terkenal dengan bubur siput dan sereal parsnipnya.  

Di Indonesia sendiri saya belum pernah mendengar adanya keberadaan Gastromolecular Chef, semoga adik saya benar-benar bisa ya menjadi salah satunya, saya juga kan kepingin merasakan kaviar buatan dan pasta berbentuk agar-agar tanpa terasa menjijikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline