Lihat ke Halaman Asli

Zia Fauzia

Dahulukan Kebutuhan Dibandingkan Keinginan

Air Mata Lampu Merah dari Sorong untuk NTT

Diperbarui: 6 Mei 2021   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Jumat, 16 April 2021 lalu,  pagi sekali, sepi sedang digulung suara burung, Tim Komunitas Flobamora Kota  Sorong (Papua) tiba di Kupang.  Mereka adalah putra-putri asal NTT yang mengais  nasib di Sorong. 

Tim dipimpin oleh Kepala Suku (Ketua Umum Flobamora NTT Kota Sorong) Syafrudin Sabonnama, anak muda energik, lahir dan besar di Sorong,  rendah hati, anggota DRPD Kota Sorong. Sehari sebelum ke Kupang, ia mengirimkan pesan via WhatsApp (WA) kepada saya. Ia meminta mendampinginya dalam urusan koordinasi awal dengan pemerintah setempat untuk menyalurkan bantuan bagi para korban Siklon Tropis Seroja yang melanda NTT beberapa waktu lalu.

Pagi itu, kami berangkat menemui bupati Kabupaten Kupang, Korinus Masneno di kantornya di Oelamasi. Di pelataran kantor bupati sejumlah relawan dan Staf  Badan Penanggulangan Bencana Jawa Tengah sedang duduk menunggu kedatangan bupati. Tak berapa lama, bupati datang dan menemui kami di ruang rapat. Atas nama rakyat Kabupaten Kupang, Bupati Masneno menyampaikan rasa dukanya kepada tim. Singkat, mengharukan. Kata-katanya berdetak satu-satu tersedak kesedihan. Ia mengatakan, "Kedatangan saudara-saudaraku untuk  berbagi kasih, itu sungguh bermakna dan menguatkan kami. Terima kasih. Kasih adalah kekuatan yang mempersatukan kita sebagai saudara. Kami, tak menerima bantuan dari orang yang memecah-belah sudara bersaudara."

Kalimat terakhir Bupati Masneno boleh jadi merujuk pada pengalaman tertentu. Kadang, saat seperti ini muncul kaum kafir politik dan kaum fakir kemanusiaan yang menyuplai bantuan dengan menyelipkan kepentingan yang  tidak penting.

Ah! Politik tak usah diomong-omong, satu dunia rabun yang selalu berselingkuh dengan kepentingan dan terus menidurkan rakyat di kamar sutra dengan belaian janji palsu. Kita lanjut saja pada motivasi kemanusiaan komunitas Flobamora Kota Sorong (Papua).

Perjalanan dari Kupang  ke Oelamasi (Ibu Kota kabupaten Kupang) ditempu satu jam. Sengaja laju mobil diperlambat biar dapat menyaksikan secara  langsung kerusakan akibat bencana. Beberapa kali, Syafrudin guman dari balik jendela mobil: "Keadaan seperti ini? Kita sungguh tak mampu apa-apa bila berhadapan dengan bencana."

Percakapan selama perjalanan itulah yang mengundang gundah, dan hati pedih bagai disayat pisau bedah. Mereka berkisah, ketika tanggal 4-5 April, badai Silklon Tropis Seroja melululantakkan wilayah Nusa Tenggara Timur. Dua hari kemudian, mereka turun ke jalan, terutama di perempatan jalan utama (lampu merah) di Kota Sorong. Tua, muda, laki-laki, perempuan bergerak menyodorkan dos bertuliskan "Duka NTT, duka kita juga" kepada setiap pengadara roda emat dan roda dua yang berhenti karena lampu merah. Menginap di lampu merah selama 24 jam, selama seminggu. Juga, ada Komunitas Hobby Anak Muda Sorong, Peguyuban Nusantara yang ikut bergerak mencari bantuan. Hasilnya fantastis, 400 ratus jutaan lebih rupiah didapatkan dari air mata lampu merah di kota Sorong itu. Kantor Syahbandar Sorong melakukan ekspedisi khusus memberangkatkan kapal Umsini mengantar barang, obat, makanan bertolak dari Sorong menuju Kupang 22 April lalu.

Tidak hanya menggalang dana, tetapi juga menggalang doa  bersama baik perantau asal NTT maupun masyarakat Kota Sorong. Mereka  berdoa khusus di tempat ibadah  masing-masing. Umat Katolik mengadakan misa di di Gereja Santu Petrus mengenang para korban, mendoakan para pejuang kemanusiaan dan donatur. Misa dipimpin oleh Pastor Damas, SVD. Umat  Kristen  Protestan bergdoa di Geraja Maranatha Remu dipimpin oleh Pendeta Rein Tanawani. Umat  Islam berdoa  di Masdjid Hj. Aliyah Baswedn HBM Islamic Center dipimpin oleh Dr. Hamzah, Rektor LAIN, Sorong.

Rasa Diri Keindonesiaan

Ada lakon sendu. Syahfrudin Sabonnama mengisahkan, seorang Ibu asal Bugis yang membuka kios kecil  di Sorong bergegas dengan motornya  ke Posko bantuan bencana NTT. Ia membawa uang 100 ribu rupiah  dan satu dos pakaian bekas. Ia sedih. Ia menyerahkan bantuannya dengan isak  tangis. Katanya, "saya memberikan terlalu  sedikit, saudara-saudara kita di sana sangat menderita. Saya terus berdoa agar keadaan menjadi baik." Konon, ia tak kuasa menonton televisi yang menyiarkan dasyatnya bencana yang melululantakkan wilayah Nusa Tenggara Timur dan memagut ratusan nyawa itu.  

Kisah-kisah di atas menunjukkan masyarakat Sorong sangat empati dengan musibah yang menimpah warga NTT. Ada rasa kemanusiaan dan rasa diri keindonesiaan yang terkespresi secara spontan. Mungkin Sang Ibu dari Bugis itu tak pernah membaca buku sejarah tentang perjuangan para pendiri negara ini. Namun, rasa empati sesama bangsa Indonesia begitu lengket di tebing sanubarinya. Ia hanya mengatakan, "saudara-saudara kita di sana sangat menderita." Ribuan mil jarak antara Sorong dan Kupang dilipat oleh rasa kemanusiaan dan rasa diri keindoneiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline