Lihat ke Halaman Asli

Zen Siboro

samosirbangga

Merayakan Kesaktian Pancasila: George Floyd, Django Unchained dan Bahaya Rasisme di Indonesia

Diperbarui: 3 Juni 2020   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kasus George Floyd. Sumber: google.com (tribunnewsmaker.com)

Atensi dunia internasional beberapa saat lalu tertuju pada Amerika Serikat. Selain Amerika belakangan ini menjadi pusat perhatian internasional akibat Pandemi Covid-19, kali ini negara tersebut sedang dilanda gelombang demonstrasi massa akibat tindakan rasial. Dimana peristiwa ini bermula akibat meninggalnya seorang warga Minneapolis, Minnesota akibat mendapat perlakuan tidak manusiawi dari pihak kemanan setempat pada 25 Mei 2020 lalu.

Polisi yang bernama Derek Chauvin diketahui menindih leher George selama kurang lebih 7 menit yang mengakibatkan George Floyd mengalami kematian akibat sesak nafas. George diduga sudah melakukan transaksi jual-beli menggunakan uang palsu senilai 20 USD. Akibat laporan tersebut polisi datang melakukan interogasi, dan berakhir pada tewasnya George Floyd.

Kejadian ini lantas menyulut atensi massa yang menilai tindakan polisi tersebut merupakan tindakan rasial karena George Floyd merupakan warga Afrika-Amerika. Atas kejadian ini pula demonstrasi massa menyebar hampir di seluruh wilayah AS. Aksi ini diwarnai dengan aksi pembakaran, penjarahan, dan kontak fisik dengan aparat keamanan.

Kejadian George di Minnesota ini juga akhirnya membuka beberapa kasus rasial lainnya di Amerika terhadap warga negara Afrika-Amerika. Beragam opini juga muncul mulai dari pejabat, aparat  kepolisian, kalangan selebriti, hingga warga asli Amerika yang bukan “kulit hitam”. Kejadian ini juga mendapat dukungan moral oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia.

Kejadian ini mungkin mengingatkan kita pada praktik politik Apartheid (politik perbedaan warna kulit) di Afrika pada 1952. Dimana tokoh pergerakan anti rasial pada saat itu Nelson Mandela akhirnya menerima Nobel Perdamaian pada 1994. Aksi Nelson Mandela beserta African National Congress (ANC) yang menolak tindakan perbedaan warna kulit tersebut, akhirnya mengantar Nelson Mandela menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika pada pemilu anti-rasial tahun 1994.

Bagi kita pecinta film ber-genre Historical, kejadian 25 Mei di Minneapolis ini mengingatkan kita pula pada film "Django Unchained". Film produksi Columbia Pictures tahun 2012 ini disutradarai oleh Quentin Tarantino dengan set lokasi tahun 1858, dan berkisah tentang perjuangan “Budak Kulit Hitam”. Dalam film ini tentu kita akan disuguhkan beberapa kejadian tentang bagaimana perbudakan warga kulit hitam di Texas yang dianggap ras kelas dua, serta dengan mudah dapat diperjualbelikan layaknya barang.

Film Django Unchained, Nelson Mandela, dan George Floyd mengingatkan kita bahwa hingga saat ini tindakan rasial belum berakhir. Belum berakhir dalam makna tidak ada satu ras atau golongan manapun yang mampu melepaskan diri dari adanya ancaman tindakan rasial. Parahnya lagi,  sebelum kasus George Floyd, kita juga disuguhkan berita mengenai beberapa warga keturunan Asia mengalami tindakan rasial di Australia dan warga keturunan Afrika di Guangzhou, China.

Tindakan Derek Chauvin pada George Floyd di Minneapolis tentu memberikan dampak besar bagi warga Amerika, maupun warga Afrika-Amerika. Mereka yang menentang tindakan rasial tersebut akhirnya turun ke jalan dan menyuarakan kritik tentang penolakan tindakan rasial kepada ras kulit hitam di Amerika Serikat. Aksi ini akhirnya berubah menjadi gelombang massa yang besar dan disertai dengan tindakan anarkis.

Ilustrasi kasus Rasisme Papua 2019. Sumber: google.com (suarapapua.com)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline