Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Tanpa Fragmen Keempat

Diperbarui: 28 September 2021   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Petani. (Photo by Pat Whelen from Pexels)

*
[Jelang pukul tiga dini hari]

Lelaki itu tersentak mendengar irama tapak kaki. Dari lubang kamar, beberapa bayangan hitam terlihat bergerak dalam sunyi. Ia segera berlari ke dapur.

Saat membuka pintu rumah. Leher lelaki itu menghadap sangkur, matanya menadah wajah tak ramah.

"Kenapa tidak diam saja di dalam rumah?"
"Ampun tuan! Aku..."
"Kau siapa?"
"Aku Marhaen, rakyat jelata. Tak bisa angkat senjata! Tapi aku..."

Beberapa pasang mata menatap sebuah karung yang baru saja terjatuh, dan seikat singkong yang tergeletak di tanah. Lelaki itu tersenyum, usai wajah-wajah ramah berlalu. Kemudian menutup pintu, berniat menunggu Sang Fajar.

[Sebelum menutup buku, kutulis "Fragmen Kesatu"]

**

[Pukul tujuh pagi]

Seorang bocah kecil berseragam sekolah, berdiri menatap wajah tua yang berdiri di pintu rumah. Segaris senyuman dilemparkan. Sebaris harapan dititipkan. Dalam diam.

Di depan kelas, bocah kecil berdiri di hadapan guru. Tubuhnya gemetar dalam kaku. Menunggu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline