Engkau menyebutnya hujan.
Begitupun orang-orang yang berteduh di bawah pohon rindang, harus menunda mimpi yang sejak pagi dicari. Juga sepasang kunang-kunang yang semakin lelap di sarang, membiarkan diri melupakan hari.
Bagimu, hujan adalah jendela kenangan yang mengajak pulang ingatan. Tirai kebahagiaan membawa sketsa kisah masa kecilmu yang indah. Berlarian di pematang sawah dengan pakaian penuh lumpur dan basah. Atau mengendap diam-diam pulang ke rumah, dengan terburu untuk menghindar amarah.
Hujan pun mampu mengubah senyuman menjadi kegelisahan, memandang resah pakaian basah si kecil yang terhampar di jemuran. Memaku raut kecemasan seorang ibu saat menatap wajah si kecil yang terserang demam, atau terdiam menyimak bunyi tetesan hujan yang berjatuhan di sudut malam.
Acapkali tangismu hadir bersama hujan, membiarkan aku putus asa menggali alasan tanpa ada penjelasan. Dan berkali tangismu tertahan berganti tawa disertai sedikit cubitan, sebagai jawaban tanpa pertanyaan. Seperti hujan, airmatamu adalah rahasia kehidupan.
Engkau menyebutnya hujan.
Dulu!
Sebelum senja mengubahnya, menjadi airmata. Milikku. Untukmu.
Curup. 11.12.2019
zaldychan