Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mutoharoh

Semua orang adalah guruku

Gebug Dele

Diperbarui: 26 November 2020   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah semingguan kedelainya "dipepe", maka waktu nggebug dele hampir tiba. Kedelainya terlihat sudah kering. Ditandai dengan warna kulit yang kecoklatan dan mulai "mlethek" kulitnya. Dan bahkan ada kedelai yang sudah di luar kulitnya.

Kemarin emak dan bapak "dheruk" kedelai. Semua dikumpulkan dalam "tenggok" atau "cething/ tenggok kecil".

"Kenapa kedelai-kedelai itu dikumpulkan, mak, pak?", tanya Rama.

"Dan kenapa masih ada yang masih di dalam kulitnya, pak, mak?", sambung Rama.

"Kedelai-kedelai ini dikumpulkan karena nanti juga bisa dijadikan satu dengan kedelai-kedelai yang belum digebug, le.. Sayang kalau tidak didheruki, eman-eman..", jawab bapak.

"Tidak semua sudah moncek atau mlethek ya karena memang harus digebug dulu, le.. Ini yang sudah mlethek ya memang tinggal "didheruki" dele-nya..", sahut emak.

***

Dan sejak kemarin sudah sibuk menyiapkan alat untuk nggebug dele. Biasanya yang digunakan adalah pelepah daun kelapa. 

"Iki sing sesuk dinggo nggebugi dele, le..", kata bapak waktu memotong daun-daun kelapa.

Siang ini bapak mulai nggebug dele. Dele dibagi menjadi beberapa bagian. Agar mudah ketika nggebug. Jadi selesai satu bagian ke bagian lainnya. Bapak dibantu pak dhe dan pak lik.

"Tugasmu nanti mengumpulkan hasil yang sudah digebug, le.. Diwadahi tenggok-tenggok.. Terus nanti emak, bulik dan mbokdhe yang napeni nganggo tampah..", ujar bapak ketika akan memulai nggebug.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline