Lihat ke Halaman Asli

Daun Gugur Ego Gugur

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1335586681865750103

[caption id="attachment_184714" align="alignnone" width="259" caption="from google"][/caption]

Pulang kuliah tambahan di Sabtu pagi ini, seperti biasa aku menyusuri jalanan di dekat lapangan bola kampus Sanata Dharma. Pohon-pohon besar dengan kokoh dan ramahnya menyambut langkah-langkahku. Jalanan tetap padat seperti biasanya, namun ada sebuah pemandangan menarik. Para pengendara motor sedikit terganggu dengan banyaknya daun-daun yang berguguran dari pohon-pohon besar itu.

Kemarau sepertinya memang akan tiba, angin menerpa sepoi, daunpun berguguran. Begitu riuh daun itu saling bersahutan diantara mereka, berteriak-teriak dan mungkin saja lantang ingin menunjukkan kata-katanya kepadaku,”Lihatlah aku. Aku rela kering dan gugur demi pohon-pohon besar ini. Pohon-pohon ini telah menjulang perkasa selama berpuluh tahun dan itu akibat aku menggugurkan diriku agar stok air tak habis di dalam batang dan akar. Aku menggugurkan diriku agar tak ada penguapan air sia-sia. Aku rela berserak, jadi sampah, jadi kompos dan lenyap dimakan hara, demi pohon-pohon indah ini. Agar tetap meneduhi para pejalan kaki, agar menghiasi jalanan ini, dan agar jadi jantung kota Jogja..”

**

Ego-ego dalam diri bagaikan dedaunan ini. Jika ego bersikeras tetap mencengkeram, jika ego keras kepala tak ingin gugur seperti dedaunan itu, maka kematian akan datang pada batang dan akar kehidupan. Luruhnya ego adalah matinya keakuan. Ketika keakuan sudah menghilang, yang ada adalah tatanan harmonis dalam sebuah kebersamaan.

Kehidupan ditata dan ditakdirkan secara heterogen, meski akan berjalan secara bersama-sama. Jika aku punya kekasih hati yang akan hidup bersamaku selama mungkin, maka kamipun harus menggugurkan ego-ego kami. Kami akan melepaskan segala cengkeraman keinginan yang mungkin tak bisa bertaut dalam satu kata. Agar kami tetap menjadi pasangan kekasih yang kuat dan kokoh dalam cinta, maka kamipun tak boleh tetap menelan ego-ego itu. Kami harus mengeluarkannya dan membuangnya, alias menggugurkannya.

**

Tapi coba perhatikan lagi daun-daun yang berguguran itu. Mereka gugur dengan ikhlasnya. Mereka hanya akan meliuk beberapa detik, menari-nari diudara sekian detik, dan akhirnya jatuh ke tanah dalam diam. Mereka tak pernah bercuap lagi, mereka tak pernah mengungkit lagi jasanya kepada sang pohon besar. Mereka akan bercampur menjadi satu dalam bak sampah dan terbakar di tempat pembuangan akhir.

Daun daun itu hanya akan tersenyum melihat kesuksesannya membantu pohon besar untuk survive di musim kemarau ini, yang telah mereka raih hanya dalam kesunyian dan suara gemerisik dibawah bayang-bayang keperkasaan pohon-pohon besar itu. Mereka seakan mengucapkan nasihat tertinggi kehidupan kepada para adik-adiknya yang masih hijau, yang suatu saat juga menyusul mereka. Bahwa tidak sepatutnya meneriakkan slogan-slogan dagang sapi jika kemuliaan hidup menjadi hal penting yang ingin dicapai. Sebab Tuhanlah pemilik segala hukum kesetimbangan.

Dan inilah pelajaran yang kudapat hari ini.. [ ]

Salam Kompasiana,

Mr. President




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline