Lihat ke Halaman Asli

Yusep Ependi

Berbagi yang saya fahami dan mungkin saya alami.

Sakit Itu Mahal

Diperbarui: 16 November 2019   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ICU - dokpri

23 Mei 2016.

Anak perempuan saya yang kala itu masih TK tiba-tiba demam tinggi. Karena tak kunjung reda, kami bawa ke klinik terdekat. Lalu dokter memberikan obat untuk tiga hari.

Pada dini hari kesekian demam anak saya turun. Sepertinya mau sehat. Namun istri saya heran, "Panasnya turun tapi ko badannya dingin banget".

"Ah mungkin karena panasnya turun", saya pikir.

Dengan khawatir paginya kami bawa ke rumah sakit. Setelah dokter jaga IGD memeriksa, kami mendengar kabar buruk. Anak kami syok DB. Kritis. Akhirnya mau tak mau anak saya harus dirawat. Dag dig dug berlalu, syukurlah kritis telah pergi. Anak kami meninggalkan ruang ICU khusus anak, beralih ke ruang perawatan kelas 3. Seminggu lamanya anak kami terbaring di RS.

Dan tibalah saat biaya rawat inap harus dibayar menjelang pulang. Saya sudah menduga pasti nggak murah.

Memang benar, rincian biaya di administrasi menunjukkan biayanya..... 9 JUTA kurang. Waduh.

Betul kan sakit itu MAHAL?

Saat sakit kita berusaha sehat walau rela menggelontorkan uang dari dompet. Saat sakit baru terasa betapa nikmatnya sehat. Betapa berharganya sehat.

Saat sakit ringan seperti flu saja, kita mungkin usahakan beli obat ke warung. Atau beli madu. Atau mungkin ke klinik karena punya kartu BPJS. Apalagi yang berat yang beresiko kematian seperti penyakit jantung atau ginjal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline