Lihat ke Halaman Asli

Yuni Handayani

Dosen/Kebidanan/Fakultas Ilmu Kesehatan/Universitas dr. Soebandi

Sinergi Ilmu dan Aksi: Ketika Kampus Hadir Untuk Lawan Stunting

Diperbarui: 25 Juni 2025   04:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PKM: Bondowoso, 20 Juni 2025

Oleh: Yuni Handayani¹*, Ririn Handayani², Trisna PangestuningTyas³, Ai nur Zannah⁴, Dinar Perbawati⁵, Melati Puspita Sari⁶, Ernawati Anggraeni⁷

Stunting masih menjadi salah satu masalah serius di Indonesia. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencatat angka prevalensi stunting nasional sebesar 21,6%, meskipun telah menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Namun angka ini masih di atas standar WHO, yakni di bawah 20%. Maka dari itu, kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan masyarakat menjadi kunci utama dalam percepatan penurunan stunting.Salah satu bentuk kontribusi nyata dalam upaya ini adalah kegiatan pengabdian masyarakat. Sebagai bagian dari tridharma perguruan tinggi, pengabdian kepada masyarakat menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebutuhan riil masyarakat. Dalam konteks stunting, pengabdian ini tidak hanya berfokus pada edukasi gizi, tapi juga penguatan peran keluarga dan kader kesehatan di tingkat desa.

Aksi Nyata di Lapangan

Pada bulan Juni 2025, tim pengabdian dari Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas dr. Soebandi dalam rangka Dies Natalis ke-4 melaksanakan kegiatan bertajuk "Edukasi Gizi dan Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu dalam Pencegahan Stunting" di Desa Sukosari lor, Kabupaten bondowoso. Kegiatan ini melibatkan ibu hamil, balita, kader posyandu, dan masyarakat setempat. Kegiatan ini memberikan edukasi mengenai 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), pentingnya ASI eksklusif, MP-ASI bergizi, hingga praktik mencuci tangan yang benar.

Menggandeng Kader, Menguatkan Desa

Sasaran kegiatan ini tak hanya para ibu, tetapi juga kader posyandu sebagai ujung tombak pelayanan gizi di masyarakat. Mereka diberi pelatihan terkait deteksi dini stunting, pencatatan pertumbuhan balita, serta teknik komunikasi efektif saat mendampingi keluarga rawan stunting. Peningkatan kapasitas kader ini penting, sebab keberhasilan program penurunan stunting sangat tergantung pada pemantauan rutin dan pemberdayaan masyarakat lokal. Kader yang terlatih mampu menjadi agen perubahan yang berkelanjutan, bahkan setelah program pendampingan selesai.

Sinergi: Kunci Utama Perubahan

Keberhasilan penurunan stunting tidak hanya soal pemberian makanan tambahan. Diperlukan perubahan perilaku, edukasi berkelanjutan, dan dukungan lingkungan yang sehat. Oleh karena itu, pengabdian masyarakat harus terintegrasi dengan program pemerintah, sektor pendidikan, dan peran aktif keluarga. Kegiatan pengabdian ini membuktikan bahwa ketika akademisi, masyarakat, dan pemerintah desa bersatu, perubahan bisa dimulai dari tingkat akar rumput. Kami percaya, upaya kecil di desa bisa membawa dampak besar dalam menurunkan angka stunting secara nasional. Mari terus bergandeng tangan, demi masa depan generasi Indonesia yang lebih sehat dan cerdas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline