Lihat ke Halaman Asli

Yudi Rahardjo

TERVERIFIKASI

Engineer, Marketer and Story Teller

Pemilu 2019, Tragedi yang Menelan Banyak Nyawa

Diperbarui: 28 April 2019   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses Penghitungan Suara yang Dilakukan Sampai Malam|Dokumentasi pribadi

Pemilihan umum yang dilaksanakan tanggal 17 april 2019 adalah pemilu yang berbeda dengan pemilihan umum sebelum sebelumnya yang pernah digelar di Indonesia, kali pertama pemilihan umum digabungkan antara pemilihan legislatif dan presiden. Keputusan ini bertujuan untuk mengefektifkan waktu penyelenggaraan yang cukup dilaksanakan hanya 1 hari.

Akibat lain dari keputusan ini adalah surat suara yang dicoblos ada banyak, ada sampai 5 surat suara, surat suara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden (PPWP), dewan perwakilan daerah (DPD), dewan perwakilan rakyat republik Indonesia (DPR RI), dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD Provinsi) dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten / kota (DPRD Kabupaten/Kota).Selain banyak, ukuran surat suaranya juga tidak lazim, ukurannya begitu besar, banyak pemilih yang kesulitan untuk melipat surat suara.

 Keputusan ini memang sudah disosialisasikan beberapa tahun sebelumnya,untuk tata cara pencoblosannya juga sudah lama disosialisasikan, tapi ternyata pada proses pelaksanaanya banyak terjadi kekacauan sehingga harus dilaksanakan pemilihan ulang di beberapa tes, pemilihan umum ini juga membuat banyak korban jiwa yang jatuh.

Dilansir dari kompas sampai dengan hari sabtu 27 April 2019 ada 272 KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) dan 55 Panwaslu (panitia pengawas pemilu) yang meninggal dunia, kebanyakan dikarenakan sakit setelah kelelahan menghitung suara. Sebagian besar anggota KPPS dan Panwaslu adalah pegawai negeri atau guru yang umurnya sudah diatas 40 tahun, di usia yang tak lagi muda, tentu fisik sudah tidak begitu prima untuk menghitung surat suara yang begitu banyak, ditambah lagi keesokan harinya mereka harus berangkat kerja.

Tugas berat yang dilakukan KPPS ini nyatanya tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan, honor KPPS hanya sebesar 500ribu rupiah, itu masih kotor, belum dipotong oleh potongan potongan lain, bisa hanya sampai ke tangan KPPS sekitar 90 atau 80 % dari uang tersebut. Tak salah memang jika menyebut mereka adalah election heroes karena memang mereka adalah pahlawan yang rela bekerja dari pagi hingga tengah malam bahkan ada yang sampai pagi lagi untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang transparant.

Uang santunan yang akan diberikan untuk para election heroes ini masih dirundingkan berapa besarannya ke kementerian keuangan, ada usulan 35 juta untuk korban meninggal 25 juta untuk korban sakit dan cacat permanen, angkanya masih belum tetap, karena memang ada banyak hal yang dipertimbangkan .Tetapi tentu saja uang tersebut tidak bisa menggantikan keberadaan para election heroes yang telah gugur ini.

Beberapa tahun yang akan datang, ketika gegap gempita pemilu 2019 sudah dilupakan, pasti anak atau cucu dari para election heroes ini akan menanyakan kenapa mereka meninggal. Jika dijawab dengan kisah kepahlawanan mereka yang begitu luar biasanya memperjuangkan pemilihan umum supaya berjalan dan transparant. 

Hal tersebut malah akan terdengar konyol dan terasa seperti kisah dongeng anak anak. Ada jawaban yang lebih elegan, mereka meninggal akibat tragedi di pemilu 2019, mereka adalah korban tragedi pemilu 2019.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline