Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Transformasi Demokrasi Era Digital

Diperbarui: 20 Mei 2019   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi media sosial (NicoElNino) | Kompas.com

Pada setiap fase perubahan politik, media memainkan peran pentingnya. Tidak hanya sebagai medium untuk menyampaikan informasi, tetapi sekaligus melakukan persuasi dan pertarungan opini. Sesuai McLuhan, media adalah perpanjangan tangan dari manusia dalam berkomunikasi.

Maka kita tentu menempatkan media, sebagai bagian penting dalam tonggak kehidupan bermasyarakat. Terdapat interaksi yang erat antara media, politik dan publik. Bahkan, media kerap menjadi medan pertarungan kepentingan politik, dalam upaya memperebutkan legitimasi publik. 

Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka abad yang diidentifikasi sebagai era industri 4.0 yang ditandai dengan mulainya kemampuan kecerdasan buatan -Artificial Intelligence, bahkan Internet of Thing membuat seluruh format kehidupan kita mengalami pergeseran dan perubahan yang tidak terelakkan.

Komunikasi Digital
Pun demikian diranah politik dan demokrasi, internet mengubah hampir keseluruhan model komunikasi kita hari-hari ini, tiada waktu tunda, segalanya realtime dan update bahkan viral. Terdapat kemajuan disana, melalui fasilitasi teknologi komunikasi sedemikian melimpah, horisontal dan bersifat many to many, tetapi juga ada risiko yang terkandung didalamnya. 

Teknologi internet dan jejaring maya, serta komunitas virtual yang dibentuknya, menghadirkan dua sisi wajah secara bersamaan, layaknya dewa Janus yang berwajah ganda, ada sisi cerah dari kebermanfaatan atas kehadirannya, tetapi juga ada persoalan sisi kelam yang membayanginya.

Lebih jauh lagi, berdasarkan siklus interaksinya, manusia akan membentuk teknologi sebagai sebuah produk budaya, yang kemudian pada kelanjutannya teknologi pula yang akan memaksa manusia beradaptasi dengan perubahan, membentuk sebuah kebudayaan baru. 

Termasuk dalam soal politik dan demokrasi. Kita kini lebih memahami bagaimana konsep pencitraan, penyebaran informasi palsu dan kabar bohong alias hoaks, bekerja dalam dunia maya.

Keberadaan realitas pada jagad online, pun pada akhirnya menenggelamkan realitas sesungguhnya. Pada komunikasi digital, noise sebagai gangguan komunikasi terjadi karena proses dialog tidak terjeda, keberlimpahan informasi yang terus menerus, membuat proses konfirmasi dan verifikasi lamban berjalan, akhirnya menjadi sebuah pengakuan akan kebenaran.

Demokrasi vs Klikokrasi
Menyoal politik dan demokrasi, dalam kajian mengenai Indonesia (Hill, Sen, 2005), kehadiran internet membuat ruang publik terbuka, terutama pada periode rezim otorirer, sepanjang kuasa Orde Baru. Sempitnya ruang interaksi fisik para aktivis dan pengkritik kekuasaan, terkonsolidasi melalui internet.

Tidak hanya itu, internet membawa serta arus komunikasi global, termasuk pada akses pengetahuan, dan berbagai literatur baru. Situasi tersebut mematangkan proses demokratisasi, yang menemukan momentum letupan pada krisis ekonomi 1997. Kondisi sosial ekonomi yang berubah, direspon oleh elemen demokrasi yang telah bersiap.

Para aktor yang terlibat, diisi oleh kelompok akademisi, aktivis, wartawan dan mahasiswa yang menjadi motor perubahan. Dengan demikian, internet memiliki daya dorong demokrasi, mematangkan situasi demokratik dalam tekanan represif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline