Lihat ke Halaman Asli

Yudha P Sunandar

TERVERIFIKASI

Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Belajar Hidup Bermanfaat dari Stephen Hawking

Diperbarui: 21 Maret 2018   16:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stephen Hawking muda. (Foto: quantamagazine.org)

Stephen Hawking telah wafat pada 14 Maret 2018 lalu pada usia 76 tahun. Dunia mengenalnya sebagai saintis jenius di bidang fisika teori, astronomi, dan kosmologi. Satu hal yang membuatnya istimewa: karya luar biasanya muncul dari balik tubuhnya yang lumpuh total.

Sosok Stephen Hawking memang menginspirasi banyak orang. Bagi para peneliti, Hawking berjasa dalam menjelaskan tentang lubang hitam. Teori berjuluk Radiasi Hawking tersebut berhasil menghubungkan konsep yang saling bertolak belakang di bidang fisika teori, yaitu: mekanika kuantum dan teori relativitas. "Teori-teori tersebut merupakan dua pilar yang mana fisika hari ini bersandar," tutur Raphael Bousso, fisikawan UC Berkely. "Namun, keduanya sangat tidak sesuai antara satu sama lainnya," ungkapnya kepada The Verge.

Mekanika Kuantum sendiri merupakan teori yang menyatakan cara kerja alam semesta pada tingkatan atom. Di sisi lain, relativitas umum membicarakan tentang benda-benda besar di alam semesta mampu mengendalikan ruang dan waktu di sekitarnya. Benda-benda besar tersebut, antara lain: planet, bintang, dan galaksi. Adapun Radiasi Hawking berbicara tentang lubang hitam yang memancarkan radiasi bagi sekelilingnya. Dalam pandangan Hawking, lubang hitam juga memiliki siklus kehidupan dan akan hilang. Hal ini mematahkan teori lama yang menyatakan bahwa lubang hitam merupakan benda abadi.

Garisan kehidupan saintis Stephen Hawking memang sudah tampak sejak tarikan nafas pertamanya di dunia. Dia lahir tepat 300 tahun wafatnya saintis Galileo Galilei, yaitu pada 8 Januari 1942 di Oxford, Inggris. Adapun tanggal wafatnya persis ulang tahun ke-139 penemu teori relativitas umum, Albert Einstein.

Menjelang Hawking lahir, orang tuanya pindah dari London ke Oxford, salah satu kota akademik di Inggris. Hal ini mempertimbangkan negara tersebut yang tengah dilanda perang dunia kedua, sehingga kedua orang tuanya memilih tempat yang lebih aman untuk membesarkan Hawking bayi. Ayah Hawking sendiri merupakan peneliti di bidang kesehatan. Adapun ibunya belajar filsafat, politik, dan ekonomi. Keduanya bertemu di Universitas Oxford.

Pada usia 17 tahun, Hawking masuk ke Universitas Oxford atas anjuran ayahnya. Sang ayah sebenarnya ingin anaknya membidani bidang yang sama dengannya, yaitu kesehatan. Namun, pemilik nama lengkap Stephen William Hawking ini lebih tertarik dengan matematika. Sayangnya, Universitas Oxford belum memiliki bidang tersebut pada masa itu. Sebagai jalan tengah, akhirnya Hawking mengambil fisika.

Setelah melewati masa tiga tahun dengan santai dan tanpa kerja yang begitu banyak, demikian hawking.org.uk menuliskan, Hawking mendapatkan gelar kehormatan kelas pertama dalam bidang pengetahuan alam. Hal ini membuatnya memiliki kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya di Departemen Matematika Terapan dan Fisika Teori di Universitas Cambriedge. Di sini, Hawking melakukan penelitian tentang kosmologi.

Pada usia 21 tahun, tak lama setelah ulang tahunnya, dokter mendiagnosis Stephen Hawking dengan Amyotropic Lateral Sclerosis yang dikenal dengan ALS. Penyakit langka ini menyerang kemampuan bergerak dan berbicaranya. Dokter memprediksi usia hawking hanya sampai 23 tahun.

Ternyata, prediksi dokter meleset. Alih-alih wafat, Stephen Hawking malah menikahi Jane Wilde pada 4 Juli 1965, 2 tahun setelah didiagnosis ALS. Meskipun demikian, kesehatannya terus memburuk. Kemampuan bergeraknya secara perlahan mulai sirna. Bahkan, pada tahun 1969, ayah tiga orang anak ini terpaksa harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas.

Meskipun demikian, kondisi kesehatannya tidak menghalanginya untuk bekerja dan berkarya. Hawking berhasil mendapatkan gelar doktoralnya pada tahun 1965 dengan mengangkat teori Singularitas Ruang-Waktu milik Roger Penrose. Setahun kemudian, dia mendapatkan penghargaan fellowship di Gonville dan Caius College, Cambriedge, serta memenangkan Adams Prize atas esainya berjudul Singularitas dan Geometri pada Ruang-Waktu.

Pada tahun 1970, Stephen Hawking berhasil menemukan Hukum Kedua Lubang Hitam. Dengan menggunakan teori kuantum dan relativitas umum, Hawking menyingkap bahwa lubang hitam memancarkan radiasi. Teori ini kemudian dikenal sebagai Radiasi Hawking.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline