Lihat ke Halaman Asli

Perlu Sikap Skeptis untuk Ajaran Intoleransi

Diperbarui: 14 September 2019   05:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hisbah.net

Beberapa waktu lalu, seorang pejabat public memberi informasi kepada media soal beberapa perguruan tinggi yang terindikasi radikalisme. Dia memberi data nama-nama universitas itu dan kasus-kasus yang mereka tangani selama ini.

Sontak berita itu seakan 'menampar' pejabat universitas yang disebut. Beberapa universitas yang disebut memilih diam, tetapi beberapa lainnya yang disebut memberikan reaksi keras dengan menggelar konferensi pers. 

Intinya, mereka menolak jika pejabat atau institusi tertentu mengkaitkan universitas mereka dengan radikalisme.

Padahal secara kasat mata bisa dilihat bahwa beberapa dosen di universitas itu memang terpapar radikalisme dan itu sudah terangkat di media massa. 

Bahkan dosen yang terpapar radikal itu dekat dengan salah satu ormas yang sudah dilarang. Yang paing membuat tertegun adalah sang dosen punya gelar guru besar alias professor, suatu gelar paling bergengsi dalam dunia akademik. Tidak mudah bagi seseorang memperoleh gelar professor karena menuntut syarat tertentu.

Jika kita tilik dunia pendidikan kita memang intinya terletak saat sang guru mengajar kepada murid-muridnya. Atau sang dosen memberi kuliah kepada para mahasiswa. 

Dalam pengajaran itu ada ide-ide tertuang dan ditransformasikan dari sang guru kepada anak didiknya. Ide-ide itu sering didiskusikan diantara mereka. 

Hal ini paling sering terjadi karena sebagian besar institusi pendidikan tidak merekam apa yang terjadi di kelas, sehingga pengajaran sepenuhnya diserahkan kepada pengajar dalam hal ini guru atau dosen.

Menjadi bahaya tersendiri jika  apa yang didiskusikan atau diajarkan itu melenceng dari ketentuan pengajaran. Semisal sang guru atau professor yang terkena radikalisme itu memberi ide-ide intoleransi dalam pengajarannya.  

Kita tahu narasi-narasi intoleransi amat terkenal data pilpres dan pilkada dan banyak sekali pihak yang terjebak di dalamnya, termasuk kaum terdidik yang mengecap bangku kuliah.

Seseorang mudah sekali menjuluki orang lain yang berbeda keyakinan dengan mereka dengan istilah kafir. Tak hanya itu, meskipun orang yang seagama tapi tidak pada garis yang sama, mereka mengistilahkan itu sebagai kafir. Sebegitu mudah seseorang atau sekelompok orang menjuluki orang lain sebagai kafir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline