Lihat ke Halaman Asli

Yohanes Budi

Menulis kumpulan cerpen "Menua Bersama Senja" (2024), Meminati bidang humaniora dan pengembangan SDM

Gatotkaca Gugur

Diperbarui: 10 April 2020   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gatotkaca. Sbr. wikipedia.org

Dengan terbata-bata, Kalabendana minta maaf kepada Gatotkaca seraya menghunus pusaka Kunta Wijayandanu. “Sing gedhe pangapuramu, ngger nek aku kudu dadi lantaran patimu. Aku mung saderma nglakoni titah para dewa.” (Aku minta maaf harus membunuhmu. Aku hanya menjalankan perintah para dewa).

Sebentar lagi pukul tiga. Detik-detik kematian Gatotkaca semakin dekat. Sebagaimana garis hidup yang ditentukan, Gatotkaca bisa masuk surga bila mati hari ini, tepat pukul tiga.

Sebagai seorang ksatria, Gatotkaca harus patuh pada garis hidup yang telah ditentukan untuknya. Meski hal itu berakhir pada kematiannya sendiri.

**

Demikianlah dhalang Ki Seno Nugroho melakonkan “Gatotkaca Gugur” dengan sangat heroik, apik, dan menyentuh. Beberapa pendapat para netizen yang menyaksikannya lewat youtube, mengaku bisa ikut merasakan kepedihan atas kematian Gatotkaca.

Lakon dalam pewayangan murni dibentuk oleh gagasan kreatif seorang dhalang. Guna menyajikan tontonan menarik, tidak jarang cerita dikisahkan sangat kontras dengan pakem pewayangan. Salah satu kisah menarik adalah mengubah peran Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong) menjadi dominan dan berkuasa. Padahal mereka adalah para emban (pembantu) yang semesthinya (hanya bertugas) mengasuh para ksatria.

**

Jumat ini, pukul tiga, diyakini sebagai saat matinya seorang keturunan Daud. Kematiannya bahkan sudah dinubuatkan para nabi (Mzm. 22; Yesaya 53), jauh sebelum tahun Masehi terbentuk. Misteri penyaliban yang bagi sebagian kalangan masih kontradiktif, masih bisa dirasakan sampai sekarang. Bukan pada peristiwanya itu sendiri, tetapi lebih kepada satu pertanyaan mendasar: Apa iya, Dia yang disebut Tuhan (boleh) disiksa dan menderita?

Lakon kematian sang Penyelamat menjadi berita buruk, bagi para pemercaya lahirnya Ksatria Piningit dalam konstelasi politik Yahudi. Mereka kecewa karena petarung penguasa korup, mati dengan sangat hina: disalib.

Padahal, sejatinya, salib itulah yang menjadi spiritualitas mendasar teologi kekristenan, yang kemudian menuju puncaknya saat kebangkitan-Nya pada hari ketiga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline