Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Lestari

TERVERIFIKASI

www.iluvtari.com

Kenapa Tiap Tahun Harus Sidang Isbat?

Diperbarui: 8 Mei 2021   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi melihat hilal (kompas.com)

Katakanlah ini di luar Ramadan, lalu kita melihat pada kalender. Tanggal berapa kita akan memasuki bulan puasa? Jawabnya hampir pasti menggunakan kata "kira-kira" atau yang senada. Sekira tanggal sekian, antara tanggal ini atau ini, dst.

Itu karena kita sudah paham, meski kalender cetak sampai kalender Google sudah menyebutkan tanggal 1 Ramadan bertepatan dengan tanggal tertentu di tahun masehi, masih akan ada sidang isbat yang lebih "berkuasa" memutuskan.

Tahun Hijriah dan Masehi

Berbeda dengan tahun Masehi yang perhitungan harinya berdasarkan peredaran matahari, tahun Hijriah menggunakan bulan. Jadi pergantian hari dihitung sejak waktu magrib, bukan pukul 00:00. Setiap bulan dalam tahun Hijriah diawali dengan kemunculan hilal, yakni bulan sabit muda pertama.

Jika pada suatu wilayah ada setidaknya dua orang yang telah melihat hilal, maka dipastikan hari itu sudah memasuki tanggal 1 di bulan yang baru. Kalau dalam tahun Masehi terdapat bulan yang berisi 28-31 hari, di tahun Hijriah hanya ada dua pilihan; 29 atau 30. Maka jika hari itu tidak terlihat hilal, jumlah hari pada bulan tersebut tinggal digenapkan menjadi 30 hari.

Baca juga: Gugatan Cerai Pertama dalam Islam

Antara Hisab dan Rukyat

Karena hanya 1,25% bagian bulan yang terpapar matahari, maka melihat hilal dari bumi terhitung tidak mudah. Belum lagi waktu muncul yang hanya 15 menit hingga 1 jam saja, sebab rotasi (putaran pada poros) bumi lebih cepat daripada revolusi (putaran mengelilingi bumi) bulan.

Metode melihat hilal ada dua; rukyat dan hisab. Rukyatulhilal atau melihat hilal secara langsung dilakukan pada waktu ghurub, baik dengan mata telanjang maupun menggunakan alat bantu optik. Rukyat ya, bukan ruqyah (KBBI rukiah).

Sedangkan metode hisab adalah dengan pengukuran, yaitu menghitung pergerakan posisi hilal di akhir bulan untuk menentukan awal bulan (khusus, seperti Ramadan). Metode ini dilakukan dengan ilmu falak oleh ahli astronomi.

Baik metode hisab maupun rukyat sama-sama memiliki kekuatan hukum, perbedaannya hanya pada pendekatan rasional dengan hisab dan pendekatan empirik lewat rukyat.

Konsep wujudulhilal (hilalnya ada) terpenuhi jelas lewat rukyat, sedangkan ulama yang menggunakan metode hisab "melihat" wujud hilal dengan ilmu. Hilalnya tidak nampak, tapi ada.

Baca juga: Sudah Ngaji tapi Banyak Ulah 

Kenapa Tiap Tahun Harus Sidang Isbat?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline