Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Lestari

TERVERIFIKASI

www.iluvtari.com

Memarahi Anak Hanya Karena Ranking, Alangkah Bodohnya!

Diperbarui: 15 Desember 2019   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

muslimobsession.com

Ahad pagi, menunggu anak-anak yang katanya mau jalan-jalan ke Gubernuran (tapi masih nempel di tempat tidur), kubuka laptop.

Rencananya kejar isi konten pagi ini, dan lanjut edit naskah novel dari penerbit. Tapi sebuah video kiriman suami membuatku berubah pikiran.

dokpri

Video berisi adegan anak yang diteriaki orangtuanya itu didapat dari facebook. Barangkali video itu viral, dan sungguh aku berharap pemerintah mengambil tindakan.

Hanya karena si anak mendapat peringkat 3, ibunya setengah mati berteriak-teriak memarahinya. Ya Allah, pilu rasanya melihat yang begitu. Padahal belum tentu si ibu waktu kecil dulu punya peringkat yang bagus.

tangkapan layar dari video/dokpri

Dan setahuku, sekarang peringkat sudah tidak dipakai lagi. Sulungku sekarang kelas 3 SD, berkali-kali menerima raport, tidak pernah ada peringkat di dalamnya. Aku pun juga gak tanya-tanya ke gurunya, ranking berapa si Kakak?

Yang selalu kutanya adalah bagaimana sikap anak-anakku kepada guru dan teman-temannya. Hebat? Nggak juga sih. Aku hanya ingin anak-anak enjoy menjalani hidup, puaskan diri menjadi anak-anak, agar dewasa nanti tidak kekanak-kanakan.

Peringkat, sepemahamanku yang sedikit ini, hanya membuat anak merasa diukur dan dibanding-bandingkan. Belum lagi jika berhasil mendapat ranking 1, maka seumur sekolah dia harus mempertahankan ranking itu. Kalau kukenang masa-masa SD-ku, aku tahu betul kawan lamaku yang bernama Desi itu pasti antara sayang dan benci padaku.

Akulah satu-satunya di kelas yang berhasil mengambil tahta ranking satunya. Sekali saja, setelah itu aku naik turun di macam-macam peringkat. Alhamdulillah keluargaku terlalu keren untuk sekadar meributkan ranking. Yang penting pergi sekolah utuh, pulang pun utuh.

Lagipula, mengukur anak hanya dari nilai (ranking) hanya akan membuat mereka berorientasi pada hasil. Maka tak heran perilaku mencontek masih dipakai siswa hingga kini. Terserah jujur tak jujur, yang penting orangtua melihat nilainya bagus.

Apa gunanya nilai jika tak punya adab, tidak bisa bergaul, tak punya skill, ...?

Sepertinya, orangtua di video itu lebih butuh disekolahkan ketimbang anaknya. Meski tidak ada adegan pemukulan (atau tidak terekam), cukuplah teriakan-teriakannya sebagai bentuk kekerasan verbal yang dapat membuatnya diganjar hukuman yang pantas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline