Lihat ke Halaman Asli

Mabuk Kepayang

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menatapmu, tapi aku buta.
Sejak pagi menghidangkanku secangkir kopi lumayan manis.
Padahal jendela belum sempat untuk aku buka.

Aku masih membasuh wajahku.
Tubuhku masih telanjang usai percintaan menghadap barat tadi malam.
Apakah aku masih dimabuk kepayang...?
Hingga tak ku dengarkan rintahan janda bersama kedua anaknya yang merengek lapar.

" Agh...

Tak habis pikir olehku, teramat bodoh dan sama sekali tak menalar otak ini.

Kemarin lusa ku puji kekasih, aku kunjungi rumahnya di Jazirah Arab.
Namun saudara empat rumah di sampingku, menjerit dan merintih bak kucing kurap.

Apakah hujan di atas sajadah menutup mataku tentang para bidadari hingga aku lupakan mereka?
Mungkin aku dibuai mimpi yang mengajaku berleha-leha di taman firdaus.

" Ohh, tidak tidak...

Jendela harus segera ku buka, agar genit mataku dapat menikmati sapa manja para Tuhan yang menjelma.
Lalu biarlah aku buka pintu rumahku dan segera kuterima tamu-tamu istimewaku tanpa cela.
¤¤¤¤¤
banjarbaru 251111
bvb




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline