Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Sejumlah Besar Calon Dokter Spesialis Depresi, Loh kok Bisa? Apa Langkahnya?

Diperbarui: 19 April 2024   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan Mental.  Sumber BBC.com

Berita yang sangat mengejutkan ketika  saya membaca sebuah artikel  di Kompas berjudul "399 Dokter Spesialis Mengaku Ingin Akhiri Hidup".   Apakah benar dan nyata, seorang dokter bisa mengalami depresi, tekanan hidup?

Sulit membayangkan!   Awalnya saya tak paham bagaimana pendidikan perguruan tinggi, kedokteran spesialis dimana pesertanya bisa mengalami depresi pada saat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Pandangan warga atau masyarakat terhadap profesi dokter spesialis adalah profesi yang sangat terhormat untuk diagnosis, terapi, perawatan dan pemulihan Kesehatan.  Jadi dokter adalah profesi yang dianggap tinggi dan terhormat.

Namun, hasil screening kepada semua calon dokter spesialis yang sedang melakukan PPDS di 28 rumah sakit vertical(rumah sakit di bawah manajemen Kementrian Kesehatan)  tanggal 21, 22, 24 Maret 2024 sangat mengejutkan.

 Hasil skrining  menunjukkan bahwa 22, 4 persen  dari total mahasiswa PPDS sebesar 12.121 mahasiswa  menderita gejala depresi.  Bahkan yang mengejutkan adalah 3 persen dari total PPDS itu mengaku ingin mengakhiri hidup atau melukai diri sendiri dengan cara yang mereka ketahui.

Gejala depresi ringan sebesar (skor 5-9) terdapat 1.977 orang atau 16,3%;   gejala depresi sedang (10-14) terdapat 486 atau  4%);  gejala depresi sedang-berat (skor 15-19)  terdapat 178  atau 1.5%. dan gejala depresi berat (20-27)  75 atau 0.6%.  Merek aitu berasall dari PPDS CIpto Mangunkusumo (22,4%),  RS Hasan Sadikin (12,9%),  RS Sardjito (12%),  RS Ngoerah Bali (10,5%0 dan Wahidin Sudirohusodo Makassar (8,8%).

Menggali lebih dalam apa sih penyebabnya para calon dokter spesialis atau sering disebut dengan "junior" dapat mengalami depresi.

Alasan utama yang menyebabkan para junior dokter spesialis itu terindikasi sakit mental adalah beban pendidikan, pelayanan tinggi , ditambah dengan perundungan senior terhadap Yunior .

Beban Pendidikan

PPDS dianggap berat oleh calon dokter spesialis karena harus menguasai ilmunya dalam waktu relatif singkat, yaitu empat hingga enam tahun. Beban pendidikan untuk menyelesaikan karya ilmiah, membaca jurnal dan pelayanan di rumah sakit.

Mereka yang masuk PPDS sangat sulit mengatur waktunya karena beban pembelajaran dan pelayanan, termasuk hadapi pasien dan keluarganya.

Jumlah pasien yang harus ditangani itu tak sebanding dengan jumlah dokter atau PPDS.  Mereka PPDS itu harus jadi dokter jaga (tiap malam) jadwal ketat dan besoknya harus membuat laporan  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline