Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

LPSK Lebih Optimal dalam Melindungi Saksi

Diperbarui: 13 November 2018   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(news.detik.com)

Menjadi saksi bagi korban kecelakaan, kejahatan baik itu kejahatan lingkungan maupun kejahatan kriminal bukanlah hal yang mudah bagi beberapa orang termasuk saya sendiri.

Secara pribadi saya pernah melihat kecelakaan antara sebuah motor dengan mobil ketika saya berada di dalam mobil yang persis di belakang mobil yang dianggap menabrak motor. Saya melihat bahwa kesalahan ada di pihak motor. Korban adalah pemuda yang naik motor.  Kondisi korban meninggal dunia.  Saya pernah membaca Undang Undang Lalu Lintas bahwa  jika korban meninggal, maka yang salah pasti salah adalah pihak yang menabrak.

Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ;

"Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)."

 Meskipun faktanya justru korban itu yang bersalah karena motor itu melanggar lalu lintas dengan berhenti mendadak dan masuk dalam posisi jalan mobil bukan di marka motor.

Namun, kepedulian saya  untuk jadi saksi membela pemilik mobil  bukanlah yang utama bagi saya karena saya  merasakan betapa seorang saksi harus repot sekali datang ke pengadilan. Pengorbanan waktu dan uang itu tidak sebanding dengan apa yang dibelanya.

 Bahkan, seringkali terdapat tekanan dari mereka yang melakukan kesalahan . Dalam konteks di atas , akan terjadi sekelompok  teman korban walaupun salah akan balik menyerang saya.  Atau dalam konteks yang lain  yang salah belum tentu benar, yang benar belum tentu salah, banyak hukum yang dapat diperjual belikan karena  hukum dapat dibeli oleh mereka yang memiliki modal besar atau kekuatan ekonomi yang kuat. 

Sebenarnya, ketakutan dan kekhawatiran jadi saksi sebenarnya tidak perlu terjadi apabila fungsi saksi benar-benar dilindungi oleh lembaga dan Pasal 12 undang-Undang Nomor 31 tahun 2014.

Namun, pada prakteknya perlindungan itu tidak berlaku sama sekali .  Terjadi sebaliknya.  perlindungan itu hanya sekedar bayang-bayang gelap yang pada akhirnya  tetap  berdampak efek psikologis terutama pada kaum akademisi.

Adalah Bambang Hero Saharjo, (Bambang) seorang Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor  dan saksi-saksi ahli lingkungan lainnya yang saat ini sedang menghadapi gugatan balik .  Gugatan balik karena  perbuatan Beliau dianggap melawan hukum . Nilai gugatan cukup fantastis yaitu sebesar Rp.510 miliar di Pengadilan Cibinong oleh  PT.Jatim Jaya Perkasa (JJP).

Awalnya PT. JJP ini sebagai perusahaan perkebunan sawit terlibat dalam kasus pembakaran hutan dan lahan seluas 1.000 hektar . Perusahaan harus membayar ganti rugi sebesar Rp.119,8 miliar dan perbaikan lingkungan seluas 1.000 hekater dengan biaya Rp.371,1 miliar dan dilarang kembali menanam kembali dilahan gambut bekas terbakar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline