Lihat ke Halaman Asli

A. Dahri

Santri

Berubah, Takdir atau Pilihan

Diperbarui: 9 Oktober 2020   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

erabaru.net

Adakalanya perubahan itu tidak hanya dilandasi oleh keinginan yang kuat. Bisa juga karena kebutuhan dan himpitan yang menyesakkan dada.

Suatu misal, ada seorang kaya raya, mapan, kebutuhannya tercukupi, hidupnya terjamin. Lalu ada seorang pas-pasan, tapi mampu menikmati hidupnya. Lantas apa yang membedakan? Toh sama-sama menjalani hidup.

Prosesnya berbeda. Proses menjalaninya berbeda. Di satu sisi kemapanan menjadi jaminan. Di sisi yang lain penerimaan atas kondisi menjadi kenyamanan. Dengan catatan keduanya tidak kemrungsung. Maksudnya tidak terlampaui keinginan-keinginannya.

Perubahan yang terlihat biasanya adalah gaya hidup. Si kaya belum tentu bisa berada pada posisi si miskin, pun sebaliknya. Prinsip dasarnya adalah menjalani proses. Tan kinaya ngapa, tan keno kinira. Hal yang ada di luar diri, belum tentu bisa dikontrol dan dikendali.

Masalahnya adalah tidak sedikit yang ingin mengubah hidupnya, tanpa memandang secara mendalam proses yang seharusnya dilalui. Seinstan-instannya mie instan pasti dimasak juga.

Dua hal yang menjadi gerak dasar perubahan adalah niat dan prosesnya. Niat, terangkum di dalamnya visi dan misi hidup. Capaian bukan hal utama tetapi istiqamah yang diutamakan. Ujar-ujar lama, sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.

Sedangkan proses adalah ejawantah atas niat itu. Orang mampu mengejawantahkan visi dan misinya, tapi belum tentu pada prosesnya. Proses bukan berarti kiat-kiatnya. Tapi menjaga niat dan hatinya.

Secara subjektif ada baik dan ada buruk. Pilihan inilah yang perlu dirasionalisasikan. Mengapa harus memilih proses yang baik? Atau mengapa sesekali butuh proses yang buruk? Tanyakan pada hati anda masing-masing.

Puncak perubahan itu ada pada kesetiaan. Setia pada proses. Setia pada rasa syukur. Setia pada kesadaran. Tidak cekak nalar dan tak meninggalkan permenungan.

Berpikir lebih utama ketimbang ibadah sunnah sekian tahun. Hal ini perlu dipahami secara mendalam maksudnya. Salah satu hal yang melatar belakangi perubahan adalah pertanyaan akan diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline