Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berubah, Takdir atau Pilihan

9 Oktober 2020   12:24 Diperbarui: 9 Oktober 2020   12:31 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adakalanya perubahan itu tidak hanya dilandasi oleh keinginan yang kuat. Bisa juga karena kebutuhan dan himpitan yang menyesakkan dada.

Suatu misal, ada seorang kaya raya, mapan, kebutuhannya tercukupi, hidupnya terjamin. Lalu ada seorang pas-pasan, tapi mampu menikmati hidupnya. Lantas apa yang membedakan? Toh sama-sama menjalani hidup.

Prosesnya berbeda. Proses menjalaninya berbeda. Di satu sisi kemapanan menjadi jaminan. Di sisi yang lain penerimaan atas kondisi menjadi kenyamanan. Dengan catatan keduanya tidak kemrungsung. Maksudnya tidak terlampaui keinginan-keinginannya.

Perubahan yang terlihat biasanya adalah gaya hidup. Si kaya belum tentu bisa berada pada posisi si miskin, pun sebaliknya. Prinsip dasarnya adalah menjalani proses. Tan kinaya ngapa, tan keno kinira. Hal yang ada di luar diri, belum tentu bisa dikontrol dan dikendali.

Masalahnya adalah tidak sedikit yang ingin mengubah hidupnya, tanpa memandang secara mendalam proses yang seharusnya dilalui. Seinstan-instannya mie instan pasti dimasak juga.

Dua hal yang menjadi gerak dasar perubahan adalah niat dan prosesnya. Niat, terangkum di dalamnya visi dan misi hidup. Capaian bukan hal utama tetapi istiqamah yang diutamakan. Ujar-ujar lama, sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.

Sedangkan proses adalah ejawantah atas niat itu. Orang mampu mengejawantahkan visi dan misinya, tapi belum tentu pada prosesnya. Proses bukan berarti kiat-kiatnya. Tapi menjaga niat dan hatinya.

Secara subjektif ada baik dan ada buruk. Pilihan inilah yang perlu dirasionalisasikan. Mengapa harus memilih proses yang baik? Atau mengapa sesekali butuh proses yang buruk? Tanyakan pada hati anda masing-masing.

Puncak perubahan itu ada pada kesetiaan. Setia pada proses. Setia pada rasa syukur. Setia pada kesadaran. Tidak cekak nalar dan tak meninggalkan permenungan.

Berpikir lebih utama ketimbang ibadah sunnah sekian tahun. Hal ini perlu dipahami secara mendalam maksudnya. Salah satu hal yang melatar belakangi perubahan adalah pertanyaan akan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun