Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (Second)

Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Membereskan Pikiran dan Hati di Bulan Suci!?

Diperbarui: 15 Mei 2021   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

koleksi pribadi

Menjalani Ramadhan 1438 Hijriah ini, kita dituntut untuk membereskan fikiran dan hati, agar kelak ketika kita melepas Ramadhan nanti, kita siap menjalani hidup ini dengan fikiran yang jernah dan hati yang damai. Karena, esensi dari Ramadhan adalah mendidik pikiran dan hati kita, agar tetap hanif dan istiqomah dalam menyempurnakan berbagai ikhtiar.

Sebagian filosof menyatakan, bahwa hati nurani adalah kemampuan manusia untuk melihat ke dalam dirinya, dan membedakan apa yang baik dan apa yang buruk. Lepas dari segala kekurangan dan cacatnya, manusia merupakan mahluk yang mampu menentukan apa yang harus, yang baik, dilakukan, dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangannya tersebut.

Melatih dan mengembangkan kepekaan hati nurani merupakan bagian dari keutamaan moral yang dianggap luhur oleh berbagai filsuf di dalam sejarah. Salah satunya adalah filsuf Eropa yang bernama Bonaventura. Ia berpendapat, bahwa hati nurani manusia terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah bagian dari hati nurani yang secara alamiah bisa sampai pada kebenaran-kebenaran dasar dalam hidup manusia, seperti kebenaran yang terkandung pada perintah-perintah moral dasar, sebagai contoh, menghormati orang tua, menghargai sesama, dan tidak menyakiti mahluk hidup lainnya.

Setiap orang bisa sepakat tentang hal ini, karena hal ini tertanam jauh di dalam diri manusia. Bahkan manusia-manusia yang sudah melakukan tindakan 'korup' sekalipun, tetap bisa mengenali, bahwa contoh tadi, adalah perintah-perintah moral yang layak untuk dipatuhi.

Bagian kedua dari hati nurani adalah kemampuannya untuk menerapkan perintah-perintah moral di atas di dalam konteks kehidupan sehari-hari manusia. Bagian kedua ini juga merupakan bagian yang alamiah dari hati nurani manusia, walaupun bisa mengalami kesalahan, karena berbagai hal, seperti kurangnya informasi, ataupun kesalahan penarikan kesimpulan di dalam berpikir. Dua hal inilah yang menurut Bonaventura menjadi awal dari kejahatan.

Oleh karena itu, bertitik tolak dari dua bagian hati nurani tersebut, Bonaventura menegaskan, bahwa manusia perlu terus untuk mengembangkan kepekaan hati nuraninya, terutama bagian kedua dari hati nuraninya, supaya ia tidak terjebak pada perilaku-perilaku jahat. Ia perlu untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, sebelum membuat keputusan-keputusan penting dalam hidupnya, apalagi yang secara langsung berdampak pada orang lain.

Sementara itu, kita perlu melatih diri untuk mampu berpikir logis, kritis, reflektif, dan analitis di dalam memahami hidup dan kehidupan di dunia ini, sehingga tidak terjebak dalam penarikan kesimpulan yang salah. Dalam arti ini menurut Bonaventura, bahwa hati nurani kita sebagai manusia merupakan sesuatu yang dinamis, yang bisa berkembang seturut dengan upaya dari manusia itu sendiri.

Yang perlu kita ingat, bahwa pendidikan hati nurani merupakan pelengkap yang amat penting bagi pendidikan akal budi. Karena. mendidik hati merupakan proses mengembangkan kebijaksanaan batin. Sebagaimana yang di katakan oleh pakar pendidikan Amerika John Slon Dickey, bahwa "Tujuan akhir pendidikan adalah untuk melihat orang-orang menjadi utuh, baik dalam kompetensi maupun dalam hati nurani mereka, karena menciptakan kekuatan kompetensi tanpa menciptakan arah yang benar untuk mengarahkan pemanfaatan kekuatan itu merupakan pendidikan yang buruk, lagi pula kompetensi pada akhirnya akan berpisah dari hati nurani".

Selanjutnya, Puasa di bulan Ramadhan, merupakan salah satu solusi dalam mendidik hati nurani menjadi cerdas, tapi tentunya puasa yang di lakukannya itu harus benar-benar optimal dalam menjaga amalan hati. Karena tidak sedikit orang yang melakukan puasa tapi tidak menjaga hatinya, sehingga puasa yang di lakukannya itu tidak ada bekas dalam dirinya. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw, "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum". (HR.Bukhari, Ahmad dan yang lainnya). Sedangkan dalam hadits yang lain di sebutkan: "Betapa banyak orang yang berpuasa, bagian dari puasanya hanya lapar dan dahaga". (HR. Ahmad).

Selain itu, dalam mengembangkan interaksi antar manusia, Puasa Ramadhan mampu memberikan bimbingan agar selalu mengutamakan integritas moral dalam perkataan dan perbuatan. "Siapa yang tidak meninggalkan perkatan dusta dan perbuatan buruk maka tidak ada bagi Allah Ta'ala nilainya dia meninggalkan makan dan minumnya". (HR. Bukhari). Kemudian, hadits lain menjelaskan bahwa "Puasa bukan hanya menahan makan dan minum saja, akan tetapi puasa juga menahan dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, maka jika ada yang mencercamu dan berbuat jahat kepadamu katakanlah : Sesungguhnya saya sedang puasa, sesungguhnya saya sedang puasa." (HR. Ibnu Khuzaimah-Hakim). Dengan demikian, orang yang berpuasa akan selalu menghindari perbuatan yang munkar karena ia sadar kalau melakukan perbuatan keji dan munkar maka puasanya akan sia-sia. "Kamu adalah umat yang terbaik yang di lahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang baik (amar ma'ruf), dan mencegah dari perbuatan jahat, {nahi munkar}, dan beriman kepada Allah". (QS. Ali-Imran:110).

Imam Al-Qasthalani Rahimahullah mengatakan: "Puasa itu mempunyai nilai-nilai yang tinggi. Diantara, dapat menjadikan hati kita lembut dan air mata gampang mengalir. Itulah yang dapat mendatangkan kebaikan, sesungguhnya kekenyangan itu akan menghilangkan cahaya kebajikan, dan menjadikan kerasnya hati serta mendorong untuk berbuat yang haram".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline