Lihat ke Halaman Asli

Bambang Wibiono

Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Konsep Kekuasaan dalam Budaya Jawa

Diperbarui: 28 Juni 2020   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Bambang Wibiono

_

Setiap masyarakat, maupun setiap bangsa pasti memiliki konsep tentang kekuasaan (power). Hal ini disebabkan, karena kekuasaan erat kaitannya dengan masalah kepemimpinan, dan bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Konsep kekuasaan antara masyarakat (bangsa) yang satu dengan masyarakat (bangsa) yang lain sudah barang tentu berbeda-beda. Perbedaan ini tidak lain, disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosial-budaya dan pandangan hidupnya.

Dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan pandangan hidup, dengan sendirinya terdapat bermacam persepsi mengenai kekuasaan. Oleh karena itu, sebelum kita memasuki analisis mengenai konsep kekuasaan Jawa, ada baiknya kita membicarakan terlebih dahulu beberapa aspek dan sifat kekuasaan secara umum; serta menelaah hubungannya dengan beberapa konsep yang sangat erat kaitan dengannya. 

Hal ini perlu, karena di antara konsep ilmu politik, yang banyak dibahas dan dipermasalahkan, adalah kekuasaan. Hal ini disebabkan karena konsep ini bersifat sangat mendasar dalam ilmu sosial pada umumnya, dan ilmu politik pada khususnya. Malahan, pada suatu ketika, politik (politics) diangggap tidak lain dari masalah kekuasaan belaka. Sekalipun pandangan ini telah lama ditinggalkan, akan tetapi kekuasaan tetap merupakan gejala yang sangat sentral dalam ilmu politik (Budiardjo, 1984: 9).

Pengertian Kekuasaan

Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para ilmuwan mengenai definisi kekuasaan. Perbedaan pengertian ini, sesungguhnya dipengaruhi oleh "sikap jiwa pribadi" dari pembahas yang bersangkutan (Soemardji, 1984: 30).

Ada suatu kelompok pendapat yang mengartikan kekuasaan itu sebagai suatu dominasi (dominance), dan ada yang pada hakekatnya bersifat "paksaan" (coercion). Sebgai contoh, misalnya pendapat Strausz-Hupe, yang merumuskan kekuasaan sebagai "kemampuan untuk memaksakan kemauan kepada orang lain."

Pendapat senada dikemukakan oleh C. Wright Mills, yang mengatakan: "Kekuasaaan itu adalah dominasi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan kemauan kendatipun orang lain menentang." Demikian pula Harold D. Laswell menganggapnya, "tidak lain dan tidak bukan adalah penggunaan paksaan yang kuat."

Suatu pengertian yang lain tentang kekuasaan terlihat dalam karangan-karangan Talcott Parsons, Robert S. Lynd, dan Marion Levy, Jr. Untuk kelompok yang kedua ini, pengertian pokok dari kekuasaan adalah "pengawasan" (control). Akan tetapi fungsinya atau sifatnya tidaklah harus selalu merupakan paksaan. 

Untuk Parsons umpamanya, kekuasaan adalah "pemilikan fasilitas untuk mengawasi." Akan tetapi keperluannya ialah untuk "pelaksanaan fungsi dalam dan untuk masyarakat sebagai suatu sistem," untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ataupun akan ditentukan secara mengikat oleh umum. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline