Lihat ke Halaman Asli

Opera van Java, Perusakan Pakem Wayang Orang

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Opera van Java yang disingkat OvJ merupakan sebuah komedi wayang orang yang diangkat dalam pertelevisian.

Suasana OvJ sendiri sama dengan wayang orang secara tradisional yaitu terdapat dalang, sinden, gending-gending Jawa lengkap dengan gamelannya, serta narasi mulai dari awal sampai akhir.

Andi Chairil, Kepala Departemen Produksi Trans 7 menjelaskan bahwa OvJ dapat memberikan nilai edukasi yaitu nilai-nilai kebudayaan Indonesia yang sangat kaya. saat ini Andi menyesalkan anak-anak zaman sekarang sudah sudah melupakan kebudayaan Indonesia.

Edy Sutoro (64 tahun), pelatih karawitan yang tinggal di daerah Singosari ini mengatakan bahwa wayang orang pada dasarnya merupakan sebuah pakem, bukan sejarah. Wayang orang ini lebih ke traisi peninggalan nenek moyang yang jalan ceritanya tetap Mahabharata dan Ramayana. Berasal dari India.

Sementara itu, Abdul Rahmat, dalang wayang orang yang tinggal di daerah Sawojajar Kota Malang menilai OvJ merupakan produk salah kaprah. Menurutnya OvJ merusak pakem dan budaya asli Jawa. Dia khawatir bagi orang ataupun remaja saat ini yang tidak tahu menahu mengenai wayang akan memahami wayang sama seperti yang digambarkan OvJ. Padahal sebenarnya pakemnya bukan seperti itu. Gatotkaca yang dulu diperankan oleh Sule saja bajunya terbalik da tingkah lakunya seperti itu, padahal gatotkaca adalah seorang kesatria.

Dalang sendiri diumpamakan sebagai Tuhan, yang anggun dan dalang tidak boleh meninggalkan tempat. Dalang itu mengatur, bukannya diatur oleh pemainnya.

Sementara itu, seniman wanita dari Malang sekaligus pemain wayang orang Enggar Budi Perwati (50 tahun) menyebutkan bahwa OvJ tidak sama sekali menampilkan kebudayaan Jawa. "Tidak sama sekali, kalau dikatakan mendidik. Dimana? Yang kita contoh dimana? Sopan Santunnya dimana?

Upaya OvJ mengenalkan wayang orang tetapi salah pakem itu ibaratnya seperti orang penjual bakso, karena ingin laku maka ia membuat kreasi dengan bakso-bakso lainnya.

Acara ini terkesan seperti ketoprak humor dibandingkan memunculkan unsur budayanya. Ceritanya pun tidak aturan. Pantas OvJ membuat slogan "dalangnya ngawur, wayangnya bingung...."

Toro pantas menyebut OvJ sebagai wayang kontemporer. Wayang kontemporer itu dikembalikan pada alam pikiran seseorang, menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi sekarang, ada juga unsur-unsur komersial. Tetapi kadang-kadang ini merusak tatanan, pakem, meninggalkan tradisi-tradisi. Seni Jawa kan pusaka bangsa. Harus dilestarikan dan dijunjung tinggi.

Cerita dibuat sembarangan. Padahal Enggar mengatakan kalau membuat cerita dalam pewayangan tidak boleh sembarangan. kalau menceritakan tidak sesuai sebagaimana mestinya nanti akan ada kejadian yang bisa membuat malapetaka.

Bagaimana menurut anda penikmat OvJ?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline