Lihat ke Halaman Asli

Hendra Wardhana

TERVERIFIKASI

soulmateKAHITNA

Pedasnya (Azab) Ayam Geprek Palsu

Diperbarui: 13 Juni 2020   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayam geprek, (dokpri)

Sedang ramai diperbincangkan oleh warganet dalam beberapa hari terakhir soal adu merek dua bisnis ayam geprek yang sama-sama populer dan memiliki kemiripan nama. Mahkamah Agung memutuskan salah satu di antaranya sebagai pemilik merek yang sah dan dengan demikian salah satu yang lain tidak berhak menggunakan merek tersebut.

Sengketa ini menarik karena alurnya unik. Sudah jatuh tertimpa tangga, lalu senjata makan tuan. Senjata penggugat justru berbalik menusuk jantung sendiri.

Gugatannya ditolak seluruhnya. Tidak hanya itu, Mahkamah Agung pun memerintahkan Dirjen HAKI Kementerian Hukum dan HAM untuk mencoret atau membatalkan pendaftaran merek-merek milik penggugat.

Bisnis kuliner memang semakin tumbuh dengan tren yang silih berganti. Semakin banyak penjual dan semakin berkembang pula ragam kuliner. Cara bisnisnya pun bervariasi. Dengan kompleksitas semacam itu, sengketa dalam bisnis kuliner semakin mungkin terjadi. Terutama terkait merek dan logo.

Adu dua ayam geprek ini  cukup dramatis dan penuh plot twist. Mengingat hasil citraan oleh penggugat selama ini menempatkan sang tergugat sebagai pesakitan dan dihakimi oleh banyak orang sebagai penjiplak merek. Sepanjang itu pula pemahaman banyak orang ditujukan dalam persepsi positif kepada merek ayam geprek milik sang penggugat.

Namun, putusan peradilan telah mendudukkan fakta pada posisi yang sebenarnya dan memberikan kebenaran pada pemilik yang sah.

Warganet pun geger. Banyak yang kaget saat mengetahui bahwa merek yang selama ini identik dengan penggugat, ternyata hasil tiruan dari merek yang lebih dulu dimiliki oleh tergugat. Tidak sedikit yang merasa bersalah dan menyesal karena telah memahami sesuatu yang keliru selama ini.

Dari sudut pandang konsumen kasus ini cukup menggelitik. Paling tidak kita bisa mengevaluasi bagaimana persepsi konsumen dibentuk dan dipengaruhi serta sejauh mana persepsi konsumen menentukan keberlanjutan suatu usaha.

Bisnis atau usaha kuliner sangat sensitif dengan aspek pelayanan konsumen. Kegagalan usaha kuliner sering dipicu oleh masalah-masalah yang terkait pelayanan terhadap konsumen.

Sekali seorang konsumen merasa kurang baik dilayani, kepercayaannya akan sulit tumbuh. Terlebih di era sekarang di mana rekomendasi dari mulut ke mulut diperkuat dengan perantara media sosial. Ketidakpuasan konsumen akan tersebar dengan cepat dan membentuk persepsi negatif.

Sebaliknya kepuasan bisa cepat membangun persepsi yang positif. Selanjutnya kepuasan akan meningkatkan kepercayaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline