Lihat ke Halaman Asli

Kazebara

Content Writer

"Yowis Ben", Mengingatkan agar Kita Tak Lupa Budaya

Diperbarui: 23 Februari 2018   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Aku nonton filmya langsung tanggal 22 hari pertama tayang. Ini pertama kalinya aku sangat anthusias dengan film Indonesia. Benar-benar kunanti. hehe... Dan ini film yang pertama kali kutonton juga setelah dua tahun di Jogja tidak menginjakkan kaki di Bioskop. 

Pertama karena aku sudah mengikuti kontennya Bayu sejak lama dan kedua karena bahasa Jawanya. Aku jadi merasa sebagai orang Jawa harus turut mensupport film ini. Benar saja, hampir dua jam nonton Film ini rasanya membuatku kangen main ke Jawa Timur. Nonton film ini tuh capek, capek tertawa, yo melu misuh sithik, saking lucu lan ora genah. hehe.. Kalau orang jawa apalagi Jawa Timuran pasti bakal ngeklik banget sama guyonannya, kehidupan sehari-hari banget. 

Sekarang di TV isinya drama impor, generasi muda sukanya artis-artis impor, lalu budaya impor itu mulai masuk dan dielu-elukan. Dikagumi dan menjadi kiblat kehidupan kekinian. Terus lupa dengan budayanya, lupa dengan pondasi moral nenek moyang. Wayang, bahasa Jawa, gamelan, tari tradisional gak dilirik bahkan mungkin dianggap gak berkelas. Ojo ngono rek, meskipun gak iso tapi setidaknya tahu lah kalau kita punya itu semua. Banggalah jadi Jawa dan Indonesia. Nonton wayang itu asyik karena sudah berbalut modern, ceritanya sudah banyak yang disesuaikan dengan kehidupan masa kini. Coba o lihat bagian Punokawan yang meski tak kau pahami cerita lainnya, bagian ini selalu lucu. 

Gamelan juga sekarang sudah mulai modern dicampur alat musik masa kini bahkan ada yang ngerap segala. Nari jawa juga begitu gerakan dan musiknya bisa di mix and match dengan modern dance. Di mana nontonnya??? Tenang... masih banyak anak muda dan mahasiswa yang belajar itu semua. Kepoin kegiatan meraka dan nonton pertunjukkannya. Kalau di Jogja masih banyak semoga di luar Jogja juga banyak. Aku suka nonton acara-acara seperti itu, bukan karena paham dan bisa, bukan.. tapi aku pengen share, iki loh nonton wayang, tari dan gamelan itu bisa seasyik nonton anime dan drama korea. Bisa semegah orkestra Beethoven, Mozart atau Hydin.

Terus ada yang bilang film ini tidak nasionalis dan memecah NKRI. Kok ya aku gak habis pikir dengan sudut pandang ini. Apalagi ada yang berkomentar negatif terhadap suku Jawa. Ini pikiran yang jauh dari logis dan rasional. Kenapa komentar tidak nasionalis baru muncul ketika ada film yang tujuannya untuk mengangkat budaya, kenapa tidak muncul dari semula ketika industri perfilman dan persinetronan diserang film impor? Kalau ada anak bangsa yang berkarya itukan harusnya didukung akalu memang ada kurangnya sampaikan dengan santun. 

Ayo bareng-bareng berkarya membangun bangsa, gak cuma kritik pedes dan negatif. Wes ta la.. gak jaman menjelek-jelekkan orang, memviralkan keburukan, kritik sana sini padahal sendirinya belum melakukan apa-apa selain main-main di dunia maya, komen sana sini.. gak jaman.. sekarang jamannya untuk berkarya yang positif...ya.. positif...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline