Lihat ke Halaman Asli

Agus Wahyudi

Guru SD, mencoba belajar menulis dan mendongeng

Mendongeng untuk Pembelajaran Matematika, Kenapa Tidak?

Diperbarui: 12 Juni 2022   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Skor Literasi Indonesia yang Rendah

PISA (Programme for International Student Assessment) sebuah program dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) secara rutin melakukan pengujian literasi di bidang membaca, matematika, sains, kepada lebih dari 70 negara di dunia. Tes ini dilakukan sejak tahun 2000 dan sampai saat ini rutin dilakukan setiap tiga tahun. Peringkat Indonesia tidaklah banyak berubah, selalu masuk sepuluh negara dengan tingkat literasi terendah. Pada tes terbaru tahun 2018, literasi  numerasi siswa Indonesia pada tahun 2018 berada di peringkat 70 dari 77 negara dengan skor 379 sementara rata-rata dunia adalah 489.

Menurut Putri (2019) Permasalahan utama mengapa nilai siswa Indonesia itu rendah adalah karena di Indonesia, pembelajaran dan evaluasi masih belum menerapkan HOTS (Higher Order Thinking Skills). Selama ini, pendidikan di Indonesia dinilai hanya berhasil menerapkan tiga struktur terbawah dalam taksonomi Bloom, yaitu menghafal, memahami dan mengaplikasikan (termasuk dalam Lower Order Thinking Skill). Daya analisis dan kreasi siswa lemah karena pendidikan di Indonesia belum banyak menyentuh tiga level di atasnya, yaitu analisis, evaluasi dan mencipta. Tes yang dilakukan oleh PISA telah menerapkan HOTS, sehingga wajar jika siswa Indonesia selalu berada di tingkat terbawah. Beberapa negara yang mendapatkan nilai tinggi rata-rata telah menerapkan HOTS dalam pembelaran dan evaluasi dalam sistem pendidikannya.

Kartikasari (2017) melakukan penelitian terhadap siswa SMP di Grobogan, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan siswa kesulitan menyelesaikan soal cerita karena kesulitan merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kesulitan memodelkan soal dari apa yang diketahui dan tidak memberikan kesimpulan jawaban sesuai konteks soal cerita. Siswa cenderung kurang teliti dalam membaca dan memahami soal cerita sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut. Menurut penulis, kesulitan yang sama juga dialami oleh banyak siswa di Indonesia dalam menyelesaikan soal cerita. Hal ini menunjukkan bahwa soal cerita, yang membutuhkan kemampuan untuk memahami teks dan tingkatan berpikir yang lebih tinggi dalam menyelesaikan soal masih menjadi titik lemah siswa Indonesia. Hal ini bisa dikarenakan tingkat literasi siswa yang rendah sebagaimana ditunjukkan dari laporan PISA.

Mendongeng sebagai metode pembelajaran

Kegiatan mendongeng sangat efektif sebagai metode pengajaran. Berbagai hasil penelitian mendukung hal tersebut. Isbell et.al. (dalam Miller: 2008) melakukan penelitian terhadap anak-anak usia 3-5 tahun yang dibagi ke dalam dua kelompok. Sebanyak 24 cerita yang sama diberikan kepada kedua kelompok dengan cara yang berbeda: satu kelompok dengan dibacakan cerita yang sudah disiapkan, dan kelompok lainnya dengan cara mendongeng (tanpa membacakan cerita). Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok mendapatkan manfaat dengan meningkatnya kemampuan literasi mereka. Kelompok yang didongengkan mempunyai keunggulan dalam mengidentifikasi latar cerita, pesan moral dan dan karakter dari cerita. Mendengarkan dongeng juga mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami teks bacaan, sehingga jika dilakukan dengan rutin dan langkah-langkah yang baik, siswa mendapatkan bekal untuk memahami teks dari soal cerita matematika.

Alterio (2013) secara lebih lengkap memaparkan bahwa manfaat mendongeng dalam pembelajaran antara lain:

  • Mendorong siswa untuk melakukan kegiatan secara kooperatif (bekerjasama dengan teman)
  • Memberikan perpektif yang lebih holistik
  • Menghargai realitas emosional
  • Menghubungkan teori dan praktek
  • Menstimulasi daya pikir kritis siswa
  • Memotret kompleksitas dari suatu situasi
  • Memunculkan perspektif yang beragam
  • Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi diri
  • Mengkonstruksi pengetahuan baru

Dari pemaparan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa metode mendongeng melatih siswa untuk dapat melakukan tugas-tugas yang memerlukan higher order thinking skills (HOTS), karena mendongeng melatih daya pikir kritis siswa, menghubungkan teori dan praktek, bahkan melakukan evaluasi diri.

Mendongeng dahulu, lalu dilanjutkan dengan model pembelajaran Konkrit-Reprentasi-Abstrak

Guru mengawali pembelajaran di kelas dengan melakukan apersepsi. Kegiatan ini bertujuan untuk menarik minat siswa sebelum guru melanjutkan ke penjelasan inti, sehingga proses pembelajaran lebih mengalir. Pada tahap ini, seorang guru perlu memperhatikan prior knowledge yang dimiliki oleh siswa. Mendongeng sangat tepat digunakan pada tahap ini karena:

  • mampu memunculkan prior knowledge siswa, karena siswa akan berupaya untuk memvisualisasikan cerita dan membangun koneksi dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa
  • menciptakan memori pada pikiran anak, sehingga guru akan lebih mudah melakukan koneksi antara materi pokok yang akan disampaikan dengan memori yang sudah tercipta sebagai hasil dari konstruksi siswa atas cerita yang sudah disampaikan.
  • mendongeng adalah kegiatan yang menyenangkan. Perasaan senang pada awal pembelajaran sangat penting bagi siswa untuk dapat menangkap materi pembelajaran mereka.

Setelah guru melakukan kegiatan mendongeng, siswa akan mengkonstruksi cerita dalam pikiran mereka. Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan ke tahapan berikutnya, yaitu pengenalan konsep matematika. Dalam mengenalkan konsep matematika, model yang dirasa penulis paling tepat untuk disampaikan kepada siswa sekolah dasar adalah dengan model konkrit-representasi konkrit-abstrak (concrete to-representational to-abstract)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline