Lihat ke Halaman Asli

Penting, Merawat Kerukunan Beragama di Era Media Sosial!

Diperbarui: 25 Agustus 2016   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jarak yang jauh, biaya, dan berbagai keterbatasan yang biasa dihadapi untuk berinteraksi di masa lalu dapat difasilitasi dengan adanya sosial media. Dengan jaringan internet, media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengunjung media sosial terbanyak, yaitu urutan ke enam (6) di dunia. Masyarakat Indonesia populer dengan berbagai macam platform sosial. Global Web Index (GWI) pada tahun 2015 merilis lima media sosial top seperti Facebook, Youtube, Twitter, Google+,dan Instagram. Forrester’s Mobile Audience Data dalam surveinya pada rentang Oktober sampai Desember 2015 merilis rata-rata akses bulanan masyarakat adalah 15.0 untuk Facebook. Bandingkan juga dengan Instagram(11.9), Twitter(7.5), dan Google+(3.2). Terdapat 2,307 miliar pengguna media sosial yang diprediksi GWI bertambah 10 persen tiap tahunnya.

Kehidupan masyarakat saat ini telah terkoneksi dan terintegrasi dalam berbagai bidang dengan fasilitas internet. Berbagai pelayanan masyarakat telah onlinedengan harapan agar dapat memberikan layanan yang baik dan efisien langsung kepada masyarakat. Berbagai lembaga pemerintah pun juga turut berpartisipasi dalam dunia media sosial.

Pada dasarnya media sosial menyadarkan kita semua akan pentingnya menjalin hubungan sosial. Tetapi mengapa kadang kita menemui masih adanya intoleransi di jagad maya? Kekhawatiran ini semakin mengemuka hingga munculnya ihwal penebar kebencian dan maraknya perundungan (cyber bullying). Pemerintah diharapkan mampu mengendalikan permasalahan ini. Tetapi tidak sedikit pula khawatir dengan dampak intervensi yang dikhawatirkan menyentuh hak privasi warga negara. Berbagai isu media sosial ini juga terjadi hingga masalah kerukunan beragama. Ditemui dalam berita beberapa waktu yang lalu, insiden intoleransi umat beragama terjadi sebagai akibat dari media sosial.

Oleh karena itu,  penting untuk merawat kerukunan beragama pada era media sosial ini mulai dari  setiap pribadi, khususnya dalam konteks  masyarakat Indonesia. Realitas bahwa negeri kita ini kaya dalam kehidupan sosial dengan beragamnya suku, agama, dan ras adalah sebuah keistimewaan dan rahmat yang diberikan Allah kepada bangsa ini.

Sikap toleransi pun dimulai dari diri kita sendiri. Tulis dan ceritakan dengan kata-kata yang baik dan membawa pesan damai. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang berdamai dengan diri sendiri. Dengan berdamai dengan diri sendiri, kebaikan ini akan menyebar di sekelilingnya. Inilah awal yang tepat agar mampu berdamai dengan kemungkinan perbedaan pendapat dengan orang lain.

Perlu diperhatikan

Padahal, apabila melihat dari makna filosofis kesadaran setiap orang untuk bergabung dalam media sosial, terdapat dua hal yang penting, yaitu kerjasama dan partisipasi sebagai bagian dari masyarakat dunia.

Hadirnya media sosial di kehidupan modern ini adalah respon terhadap perlunya manusia untuk tetap mempertahankan komunikasi dan kemudahan akses informasi di tengah mobilitas harian yang semakin padat.

Komunikasi, adalah kata kunci yang tepat untuk sosial media. Bahasa, yang membantu mengungkapkannya, adalah salah satu sumber daya yang dimiliki manusia untuk suksesnya komunikasi. Media sosial pada dasarnya untuk menjalin keharmonisan itu, sehingga didesain sedemikian rupa untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Bagaimana tidak? Pengguna dapat menggunakan sosial media untuk mengapresiasi, menyatakan pendapat, dan membagikan kabar. Facebookpunya like (suka), comment (komentar), share (bagikan), dan post. Twitter punya like, reply, retweet, mention (menyebut) dan tweet. Hal yang serupa juga dilakukan dan disesuaikan oleh penyedia media sosial yang lain. Bukankah itu semua merupakan contoh toleransi yang baik sekali, layaknya kedekatan yang diharapkan dalam kehidupan bermasyarakat? Lihat kata-kata yang digunakan. Semuanya menunjukkan keakraban dan menciptakan atmosfir yang guyub rukun.  Bahkan, mereka yang tergabung bersama kita disebut friend (teman)dan follower (pengikut). Semua itu menunjukkan kerjasama, kan?Kerjasama yang terjalin baik secara interpersonal maupun informasi.

Toleransi era media sosial

Media sosial adalah representasi dari dunia. Terdapat banyak orang dari berbagai latar belakang tergabung di dalamnya. Mereka dari berbagai macam profesi. Begitu juga agama! Dengan ikut bergabung, kita adalah bagian dari masyarakat dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline