Lihat ke Halaman Asli

VDST IAAS Indonesia

IAAS Indonesia

Dinamika Ketersediaan Lahan Pertanian dalam Menyongsong Ketahanan Pangan Nasional

Diperbarui: 23 Desember 2021   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan  perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan  terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup  sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi). Ketahanan pangan terdiri atas beberapa subsistem, yaitu ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. 

Saat ini, ketahanan pangan nasional terancam oleh beberapa faktor, salah satunya adalah menyusutnya lahan pertanian. Penyusutan lahan pertanian ini disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, seperti industri, infrastruktur, dan perkotaan/pemukiman. 

Penyusutan ini ditengarai terjadi sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang berlangsung sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir, sedangkan ketersediaan dan luas lahan pada dasarnya tidak berubah. Selain mengancam ketahanan pangan nasional, alih fungsi lahan menyebabkan hilangnya mata pencaharian petani dan berkurangnya kesempatan kerja pada sektor pertanian.

Alih fungsi lahan banyak terjadi di kota-kota besar dan bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor industri dan jasa. Hal ini sulit dihindari karena penggunaan lahan pada sektor non-pertanian memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan penggunaan lahan pada sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh nilai land rent (sewa lahan) untuk kegiatan pertanian yang relatif lebih kecil. 

Terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian antara lain peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah, tingginya biaya produksi kegiatan pertanian, pajak tanah, serta lemahnya regulasi tata guna lahan.

Apabila dibiarkan berlarut-larut, permasalahan alih fungsi lahan akan semakin banyak terjadi dan ketersediaan lahan pertanian semakin menurun sehingga ketahanan pangan kemungkinan tidak dapat dicapai. Oleh karena itu, diperlukan strategi optimalisasi lahan sehingga lahan-lahan yang masih tersedia dapat dioptimalkan penggunaannya guna memenuhi kebutuhan pangan. 

Pertama, meningkatkan kualitas dan kesuburan lahan pertanian yang ada saat ini untuk mendukung pertanian intensif. Apabila suatu lahan memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang baik maka lahan tersebut akan produktif. 

Kedua, memperluas areal pertanian dengan memanfaatkan lahan basah dan lahan kering yang potensial. Ekstensifikasi pertanian ke lahan suboptimal (lahan basah dan lahan kering) dapat menjadi alternatif. Tentunya terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi karakteristik lahan agar dapat menentukan komoditas yang sesuai untuk ditanam. 

Ketiga, memperketat regulasi tata guna lahan dengan tujuan menghindari konversi lahan pertanian. Keempat, melakukan penyuluhan dan memberikan subsidi kepada petani, terutama petani tanaman pangan. Dengan demikian, produktivitas hasil diharapkan meningkat dan permasalahan minimnya modal petani dapat teratasi.

Written by: Nisrina Salsabila  - IAAS LC UNPAD

Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline