Lihat ke Halaman Asli

una anshari

Melihat, Merasakan, Menulis dan Membagikan

Halua Melayu, Si Pedas yang Jadi Manis

Diperbarui: 10 November 2018   14:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Kalau disebut kota Medan, kuliner apa yang paling diingat?

Mungkin, durian sang raja buah lah yang selalu terpatri di ingatan para pelancong dari luar kota Medan.

Lalu, adakah makanan lain yang bisa diicip? Tentu saja banyak. Kalau para wisatawan hanya tahu durian, lontong, soto, maka kali ini gue mau kenalin kuliner khas Melayu yang bernama Halua. 

dokpri

Yang sudah pernah ke Medan, tahu dong kalau salah satu tempat wisata yang bisa dikunjungi di Medan adalah istana maimun. 

Disana, kita bisa mencoba pakaian adat Melayu untuk menjadi kenang-kenangan. Baju adat tersebut biasanya digunakan dalam upacara pernikahan beradatkan Melayu.

Beranjak ke depan kita bisa berkunjung seraya menyempatkan sholat di salah satu masjid tertua yang menjadi icon kota Medan yaitu Masjid Raya Al Mashun. 

Kembali ke kuliner, di postingan ini, gue bakal kasih tahu beberapa kuliner khas Melayu. Sebagai masyarakat asli kota Medan selain suku Batak, sangat disayangkan kalau kuliner satu ini kurang terdengar gaungnya.

Manisan atau dalam bahasa Melayu disebut halua adalah sayur dan buah segar yang dimaniskan. Biasanya, terdiri dari cabe, pepaya, bunga pepaya, batang pepaya, asam gelugur, buah renda, jeruk kesturi, buah pala, wortel, tomat, labu jipang (labu siam), kundur, kolang-kaleng, pare dan berbagai buah lainnya.

Nah, nantinya buah atau sayur ini akan dibentuk, diukir sehingga menjadi sesuatu yang menggemaskan dan sayang untuk dimakan, seperti gambar dibawah ini

dokpri

Iya, itu cabe yang pedes menjadi manis.

Kenapa sih manisan bukan asinan? Mungkin karena orang Melayu sendiri dikenal sebagai penyuka makanan manis. Sampai-sampai ketika membuat teh harus manis dan kelat.

Lalu, apakah manisan ini ada sepanjang tahun? Jawabannya iya, tapi terbatas hanya pada yang menjualnya saja. Sedangkan kebiasaan para masyarakat Melayu yang masih menjunjung tinggi budaya hanya membuatnya setahun sekali pada saat hari raya Idul Fitri. Nantinya akan disuguhkan untuk tamu yang datang. Atau bisa juga dijadikan parcel lebaran seperti gambar dibawah ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline