Lihat ke Halaman Asli

Tri Ratnawati dr

Dokter umum

Kapasitas Mental ODGJ dalam Menggunakan Hak Pilihnya Dalam Pemilu 2024

Diperbarui: 29 Agustus 2023   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi Pribadi diolah melalui Canva

Indonesia akan menggelar pesta demokrasi baik pemilihan umum legislatif maupun pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden yang akan diselenggarakan tahun 2024. Pelaksaan pemilu diharapkan mampu menjamin terpenuhinya hak-hak para pemilih dengan melibatkan semua elemen tanpa terkecuali. Komisi Pemilihan Umum telah mulai sosialisasi baik melalui sosial media maupun iklan masyarakat yang ditampilkan dalam flyer KRL agar masyarakat mengecek status hak pilihnya sebelum terlaksananya pemilu. Perhimpunan dokter spesialis kesehatan jiwa Indonesia menganjurkan agar masyarakat untuk menghargai dan melindungi hak pemilu bagi para penyandang gangguan jiwa (ODGJ) dalam menggunakan haknya tahun 2024.

Mahkamah konstitusi berpendapat bahwa gangguan jiwa dan gangguan ingatan merupakan dua hal dengan karakteristik yang berbeda namun dapat beririsan satu sama lain. DPR berpendapat bahwa dalam hal memaknai gangguan jiwa / gangguan ingatan harus merujuk ke Pasal 1 angka 1 dan angka 3 UU 18/2014 tentang kesehatan jiwa dan Pasal 148 UU 36/2009 tentang kesehatan yang mendefinisikan orang dengan gangguan jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang bermanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia menyebutkan bahwa hak pilih bagi ODGJ itu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 yang diperkuat dengan Peraturan KPU. Selain itu, sambungnya, itu pun dijamin dalam UUD 1945, UU HAM, UU Kesehatan, UU Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas. Pun dijamin dalam UU Kesehatan Jiwa, Putusan MK nomor 135/PUU-XII/2015, dan UU Penyandang Disabilitas.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menyatakan bahwa Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa. "Masalah kesehatan jiwa yang sangat tinggi karena 20% dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa," katanya. Jumlah gangguan jiwa yang tidak diimbangi dengan jumlah psikiater yang kurang memadai sangat mustahil dapat dilakukan pemeriksaan komprehensif sebelum orang OGDJ menggunakan hak pilihnya.

PDSKJI menyatakan bahwa kapasitas seseorang tidak ditentukan dari diagnosa mapun gejala dari penderita namun kemampuan kognitif. ODGJ psikosis tetap dapat berfungsi normal pada sebagian besar kehidupannya. Umumnya gangguan jiwa psikosis bersifat kronik dan episodik (kambuhan). Dalam kondisi'kambuh',ODGJ  yang berat ini terjadi di hari pemilu, tentu tidak mungkin memaksakan penderita datang ke TPS untuk berpartisipasi memberikan suaranya. Namun, di luar masa kambuh, pemikiran, sikap, ingatan dan perilaku penderita dapat tetap normal. Mengingat proses pendaftaran pemilih hingga hari pemilu berlangsung untuk periode waktu yang cukup lama (3-6 bulan) maka menghapus seseorang dari daftar pemilih akan menghapus hak penderita yang pada hari pemilu kemungkinan besar sangat tidak tepat dan diskriminatif.

Referensi:

1. https://www.pdskji.org/article_det-33-orang-dengan-gangguan-jiwa-berhak-dan-mampu-memilih.html

2. www.mkri.id




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline