Lihat ke Halaman Asli

Tutut Setyorinie

TERVERIFIKASI

Lifelong Learner

Twitter, Media Sosial yang Bisa Bangkit dari Kematian

Diperbarui: 19 Juni 2019   19:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Twitter | ilustrasi: www.therahnuma.com

Media sosial bukan hal yang asing bagi masyarakat zaman sekarang. Bahkan kebutuhan bermedia sosial sudah dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer, terutama bagi mereka yang menggunakan media sosial sebagai pekerjaan, seperti influencer, atau para pengusaha yang memanfaatkannya sebagai tempat promosi. 

Salah satu media sosial yang menarik perhatian adalah Twitter. Pasalnya, twitter yang sempat mati karena diterjang kawan terbarunya (Instagram dan Path) kembali hidup pada beberapa waktu terakhir. Bahkan beberapa cuitan di Twitter menjadi booming dan tersebar di negara saingan, yaitu Instagram.

Kasus seperti Twitter terbilang amat jarang. Kita tahu bahwa media sosial merupakan "barang" yang mengalami perubahan amat cepat. Salah satu dosen saya pernah berkata, media sosial merupakan perusahaan yang tidak memiliki basis, sehingga menjadi cepat datang dan cepat pergi. Jika sebuah perusahaan roti memiliki roti untuk dijual, lalu apa yang dimiliki perusahaan media sosial?

Satu-satunya tumpuan perusahaan jejaring sosial adalah minat dan kebutuhan masyarakat akan komunikasi. Namun hal itu cepat sekali berubah seiring dengan lingkungan dan trend yang berjalan pada saat itu. 

Efek domino dalam persaingan media sosial sangat terasa. Jika A memakai media sosial X, maka orang-orang di sekitar A yaitu B, C, D kemungkinan besar akan tergiur dengan X. Begitupun dengan orang-orang seterusnya. Hal ini bisa sangat masif terjadi apabila A merupakan public figure, atau orang yang cukup berkelas di kalangannya.

Satu hal yang perlu diingat, penunjukan jati diri adalah sebab utama mengapa seseorang menggunakan media sosial. 

Path yang baru ditutup pada 18 Oktober 2018 lalu, menjadi salah satu contoh media sosial yang tidak tahan dengan arus pembaruan. Padahal Path cukup punya banyak penggemar pada masa itu. Orang-orang yang memposting fotonya di Path terkesan begitu ekslusif dan wah! Namun, ternyata Path tidak mampu bertahan menahan arus pesaingnya, Instagram, sehingga memutuskan tutup di usianya yang menginjak angka delapan.

Selain Path, banyak media sosial yang telah memutuskan untuk tutup. Seperti Friendster yang kalah pada Facebook, Yahoo Messenger yang kalah pada Whastapp dan Blackberry Messenger, lalu Blackberry Messenger (BBM) yang kalah pada Whatsapp, dan lain-lain.

Salah satu keuntungan Twitter yang amat saya rasakan adalah ketika semua media sosial (Whatsapp, Instagram, dan Facebook) down secara serentak pada 22 Mei lalu, Twitter adalah salah satu yang selamat dari badai itu. Mungkin downnya media sosial ini tidak akan berpengaruh bagi saya, jika pada hari itu bukan merupakan pengumuman siapa saja yang ikut Seminar Proposal.

Serangan panik pun menimpa saya dan beberapa teman, terlebih pada hari pertama down VPN belum terkenal. Untunglah saya memfollow beberapa teman saya yang juga menjadi pengguna baru Twitter. Setidaknya saya dapat sedikit bernapas lega, hingga pada malam harinya Whatsapp kembali lancar setelah disambungkan dengan Wi-Fi.

Twitter memang beberapa kali menjadi juru selamat dari downnya media sosial lain seperti Instagram dan Whatsapp. Karena itulah beberapa pengguna Twitter yang telah membiarkan rumahnya berdebu, kembali meramaikan jagat perkhasanahan Twitter. Dan berikut beberapa kelebihan lain  Twitter dibanding media sosial lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline