Lihat ke Halaman Asli

Totok Siswantara

TERVERIFIKASI

Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Ayo Belanja Masalah, Jangan Repot Mikirin Solusi

Diperbarui: 30 Maret 2024   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diskusi belanja masalah anggota Kabinet Pembangunan (sumber : ANTARA Foto)

Ayo Belanja Masalah, Jangan Repot Mikirin Solusi

Di grup sosial media ikatan alumni (IA) yang saya ikuti ada beberapa orang yang punya pikiran kurang sehat alias nyeleneh. Menurutnya anggota grup IA jangan lagi memposting masalah melulu, seharusnya mengemukakan solusi. Dia mengecam anggota IA yang selama ini sering mengetengahkan berbagai masalah yang timbul di negeri in. Juga kerap melontarkan kritik terhadap rezim penguasa dengan berbasis fakta dan data yang valid.

Saya teringat petuah orang bijak yang telah matang dalam bernegara. "Belanjalah masalah ditengah rakyat juga kepada profesor atau cendekiawan, karena mereka bisa melihat persoalan secara jernih, filosofis dan paradigmatik. Dan jika bertanya tentang solusi teknis atau praktis, bertanyalah kepada "tukang", tukang bangunan, tukang las, tukang coding, tukang rivet, tukang pegadaian, dan sederet tukang lainnya", kata orang bijak tersebut.

Kenapa kita ini yang notabene adalah para ikatan alumni dan himpunan profesi tidak perlu repot repot mikirin solusi (secara makro ) ? karena sejatinya semua solusi itu sudah tercantum dalam Undang-Undang dan segala bentuk turunannya.

Ada ribuan turunan UU, seperti Permen, Perda dan lainnya. Hampir semua sisi kehidupan di negeri ini sudah dibuat peraturannya. sudah lengkap. Pembuatan UU melibatkan anggota DPR yang budiman, sederet profesor, pakar jempolan, praktisi dan himpunan profesi yang mumpuni. Semua tertuang dalam Naskah Akademik penyusunan UU. Untuk pembuatan UU juga difasilitasi di hotel super mewah, studi banding ke luar negeri. Didukung dengan anggaran yang cukup besar. Dengan demikian UU yang dihasilkan berupa pasal-pasal yang bersifat solutif yang dilandasi dengan asas hukum yang kokoh. Kurang apa lagi ? Hebat kan, ngapain IA repot-repot mikirin solusinya.

Menurut hemat saya yang paling esensial untuk IA yakni membaca dan mengkaji tentang UU yang sudah ada, dimana masalahnya, dimana macetnya, dimana lemahnya. Idealnya semua diskusi yang berkembang di AI mesti bersandar kepada realitas UU yang ada. Katakanlah UU tentang Sisnas IPTEK, semua masalah inovasi dan teknologi sudah ada arahnya, sudah ada solusi kelembagaannya. Begitu juga tentang UU Penerbangan, UU Pelayaran, UU Pasar Modal, dan sebagainya. Semua sudah lengkap dengan solusinya.

Tinggal diterapkan dengan konsisten dan sesuai dengan prinsip dromokrasi atau rezim pemerintahan yang mampu berpacu dengan waktu, Dan jika mungkin ada pasal yang perlu direvisi atau dilakukan Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi. Sekaliber IA mestinya mainnya di JR, bukan di solusi-solusi yang menjadi domain tukang.

UU sudah lengkap dan akan terus dilengkapi oleh DPR dan pemerintah periode mendatang. Bahkan juga sudah ada UU yang mengatur hubungan di ranjang kita masing-masing agar para istri punya kesetaraan. Hanya satu UU yang menurut saya sangat alot dan sudah berpuluh tahun belum kelar juga, yakni UU tentang Asisten Rumah Tangga. Bisa jadi karena masalah ART ini adalah aib besar di negeri ini. Jadi susah dirumuskan dan dikaji ilmiahnya. Pada pusing semua itu para profesor yang bikin naskah akademiknya.

Sekali lagi jangan repot-repot mikirin solusi, karena solusinya sudah ada dalam UU, sudah lengkap. Tinggal dijalankan, diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing jika ada masalahnya. Jadi yang terbaik bagi IA adalah belanja masalah, cari masalah secara obyektif ( namun jangan cari perkara, bisa masuk penjara ).

Sejarah menunjukkan bahwa kita memiliki Presiden yang hebat dalam hal membentuk UU. Presiden.Soeharto selalu melibatkan konsultan dari Harvard University untuk menyusun UU yang adaptif dengan perkembangan dunia. Bahkan Soeharto sempat menganugerahkan Bintang Jasa Utama kepada tokoh tim Harvard, Profesor Peter Timmer. Atas keberhasilannya dalam pembuatan Undang-Undang Pajak 1984, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) serta derivatifnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline